KOMPAS.com - Noken adalah salah satu warisa budaya Papua yang diakui UNESCO pada tahun 2012 silam.
Noken Papua adalah tas tradisional yang terbuat dari serat kayu, daun, atau batan anggrek yang dianyam atau dirajut.
Di Papua, perempuan akan dianggap dewas jika mahir merajut noken. Hal tersebut diungkapkan oleh Arkeolog Balai Arkeologi Papua Hari Suroto.
Baca juga: Apa Itu Noken? Filosofi, Kegunaan, hingga Cara Membuatnya...
"Perempuan yang sudah bisa membuat noken dianggap sudah dewasa, sedangkan yang belum bisa membuat noken dianggap sebaliknya," kata Hari.
"Noken menjadi spesial karena nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Noken yang merupakan tas tradisional asli buatan mama-mama (ibu-ibu) Papua ini merupakan simbol dari kesuburan dan perdamaian bagi masyarakat Papua," tambah dosen Arkeologi Universitas Cenderawasih itu.
Ada nilai-nilai berharga di noken Papua yang diajarkan oleh nenek moyang masyarakat Papua lintas generasi.
Baca juga: Bawaslu Papua Ancam Rekomendasikan PSU jika Pilkada di Yalimo dengan Sistem Noken
Namun karena sarat akan nilai-nilai berharga, noken diajukan menjadi warisan budaya ke UNESCO.
"Kita harus kembali mendalami ilmu noken ini. Noken mengajarkan kita tentang berbagi, demokrasi, dan kebenaran," kata Titus kala itu, mengutip laman Kemdikbud.
Pada 4 Desember 2012, noken papua ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO di Paris, Perancis.
Baca juga: Bawa Sajam, Massa di Yalimo Tahan Logistik Pilkada dan Minta Pemilihan Diganti Sistem Noken
Noken Papua digolongkan dalam kategori "in Need of Urgent Safeguarding" oleh UNESCO atau warisan budaya yang membutuhkan perlindungan mendesak.
"Noken adalah jaring rajutan atau tas anyaman buatan tangan dari serat kayu atau daun oleh masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat, Indonesia," tulis UNESCO dalam pengumuman penetapan.
"Digunakan untuk membawa hasil bumi, tangkapan, kayu bakar, bayi, atau binatang kecil, serta untuk berbelanja dan menyimpan barang-barang di rumah, noken juga bisa dikenakan atau diberikan sebagai persembahan perdamaian," lanjut UNESCO.
"Namun, jumlah orang yang membuat dan menggunakan Noken berkurang dalam menghadapi persaingan dari tas buatan pabrik dan masalah dalam memperoleh bahan baku." tulis UNESCO.
Baca juga: Cerita Pemuda Depok Pembuat Google Doodle Noken Papua
Sehari-hari mereka menggunakannya untuk membawa barang dagangan seperti buah, sayur, dan umbi-umbian ke pasar, atau untuk berbelanja.
Bagi masyarakat pedalaman Papua, noken biasanya juga digunakan untuk membawa bayi, ternak, ubi, sayur, dan pakaian.
Baca juga: Noken Papua Jadi Google Doodle Hari Ini, Berikut Filosofi dan Cara Membuatnya
Sedangkan bagi intelektual Papua, noken digunakan untuk menyimpan buku atau membawa notebook ke kampus.
Sedangkan bagi suku Dani yang bermukim di pegunungan tengah Papua, noken dijadikan sebagai alat tukar.
Noken dengan jumlah tertentu dapat ditukar dengan seekor babi.
Hal ini senada dengan yang disampaikan Merry Dogopia (49), salah satu perajin noken di Jayapura.
Baca juga: Noken, Tas Tradisional khas Papua yang diakui UNESCO
Menurutnya, noken adalah tas tradisional yang harus dimiliki oleh semua masyarakata Papua.
“Noken adalah identitas Papua. Di dalam noken itu kita mengisi semua kebutuhan seperti hasil bumi, harta benda, juga sebagai gendongan bayi. Semua itu ada dalam noken," kata dia.
Ia mengatakan dari noken, bisa dilihat suku yang membuatnya.
Merry mencontohkan noken yang dibuat dari suku di bagian selatan Papua, tas tradisional itu diberi gantungan bulu kasuari.
"Kalau dari suku saya di Paniai itu ada anggreknya, kalau dari Wamena dia polos warna hitam dengan merah, jadi ada perbedaan warna dan cara bikinnya juga beda," kata Merry.
Baca juga: Noken hingga Camilan Lokal Disiapkan Jadi Oleh-oleh PON Papua
Pembuatannya hanya menggunkan serat tanaman dan menggunakan pewarna alami.
Tanaman yang dinilai menghasilkan serat yang bagus yakni melinjo (Gnetum gnemon), mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), dan anggrek (Diplocaulobium regale).
Kulit kayu akan dipukul lalu dianginkan hingga kering sebelum dianyam.
Baca juga: Noken Raksasa Sepanjang 30 Meter Jadi Tas Terbesar di Dunia
Sementara itu Merry Dogopia mengatakan di kampung halamannya, noken terbuat dari serat anggrek hutan dan hanya laki-laki yang boleh membuatnya.
"Kalau yang buat noken dengan seluruhnya menggunakan anggrek dan ada motif-motifnya itu di suku saya, dan yang buat hanya laki-laki, tidak boleh perempuan," kata Merry.
Ia menyebut harga noken cukup mahal hingga Rp 12 juta karena untuk mencari bahan utama bisa memakan waktu berbulan-bulan.
Baca juga: Istimewanya Noken, Tas Asal Papua yang Terbuat dari Serat Kayu
"Itu harganya bisa sampai Rp 12 juta, pembuatannya bisa berbulan-bulan karena cari bahannya susah di dalam hutan," ungkap Merry.
Pada tahun 2013, dibangun Museum Noken Papua di Waena, Abepura, Jayapura. Sayangnya hingga thun 2020, museum tersebut belum berfungsi.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Dhias Suwandi | Editor : Dheri Agriesta), Intisari.id
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.