MALANG, KOMPAS.com - S (40) bersama kuasa hukumnya melaporkan 19 aplikasi pinjaman online (pinjol) ilegal dan 84 nomor telepon seluler debt collector yang menerornya, Kamis (20/5/2021). Laporan itu dibuat di Polresta Malang Kota.
S merupakan guru TK di Kota Malang yang terjerat utang di 24 aplikasi pinjol. Dari jumlah tersebut, hanya lima pinjol yang legal, sisanya ilegal.
S mengalami teror dari debt collector aplikasi pinjol ilegal tersebut hingga terbersit untuk bunuh diri.
"Jadi kami dari kuasa hukum Bu S telah membuat surat pengaduan. Karena di sini aturannya harus buat surat pengaduan dulu, bukan langsung laporan polisi," kata Kuasa Hukum S dari Kantor Hukum 99 dan Rekan, Slamet Yuono usai laporan di Mapolresta Malang Kota, Kamis.
"Setelah pengaduan kemudian ada pemeriksaan yang masih mendasar terkait dengan nama pinjol apa saja yang menjerat Ibu S, kemudian nomor-nomor telepon dari pinjol ini. Tadi disampaikan ada 84 kurang lebih yang meneror ibu ini. Bahkan sampai tadi malam masih meneror ibu, masih mengatakan hal yang tidak pantas kepada seorang wanita," jelasnya.
Baca juga: 6 KKB Berkumpul di Puncak, Kapolda Papua: Ada 150 Anggota, Mereka Pegang 70 Senjata Api
Pinjol dan 84 nomor telepon debt collector itu dilaporkan dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Model penagihan oleh debt collector tersebut dianggap berupa pencemaran nama baik dan ancaman yang membuat S merasa diteror.
"Jadi laporan kami tadi khususnya berkaitan UU ITE, terkait dengan pencemaran nama baik, akses data secara ilegal, ada pengancaman bahkan menyangkut nyawa dan teror-teror lainnya. Itu ada di dalam UU ITE, dan ada dalam KUHP juga, untuk lebih dalamnya lagi, itu saat proses penyidikan," jelasnya.
Slamet mengatakan, 84 nomor telepon itu milik debt collector dari 19 aplikasi pinjol ilegal yang menjerat S.