KOMPAS.com - Dr Suzanna Dewi, pemilik klinik di daerah Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah, mengaku baru menyadari bahwa alamat kliniknya dijadikan tempat bertransaksi alat rapid test antigen ilegal.
Hal itu diketahuinya setelah pihaknya beberapa kali menerima pesanan barang, padahal mereka tidak memesannya.
"Mungkin di sini jadi tempat ketemuannya karena kami tidak pernah pesan. Tidak pernah tahu barang apa dan tidak ada nama orang di sini. Alamat memang persis benar, tapi kami tidak pernah memesan barang itu," kata Suzan kepada Kompas.com, Jumat (7/5/2021).
Namun, lanjutnya, setiap kali ada kiriman barang di kliniknya, saat itu juga ada orang datang yang mengambil barang itu.
Ia pun tidak mengetahui isi barang yang dipesan oleh orang tersebut.
Suzan pun menduga alamat kliniknya memang digunakan untuk transaksi penjualan alat rapid test antigen tersebut.
"Ada beberapa orang tiba-tiba lari menjumpai barang itu terus diambil ternyata orang lain yang pesan pakai alamat kami. Waktu itu saya tidak tahu apa isinya," ungkapnya.
"Kebetulan saja alamat kami mungkin memang yang dijadikan COD di depan situ. Saya tidak tahu sengaja atau tidak, tapi memang alamat ini dipakai sebagai jujukan tidak cuma sekali dua kali. Mereka janjian di depan karena memang alamat ini mudah," lanjutnya.
Baca juga: Cerita Dokter yang Kliniknya Dijadikan Tempat COD Alat Rapid Test Antigen Ilegal
Terkait dengan kejadian itu, Suzan pun membantah jika pihaknya terlibat dalam transaksi penjualan alat kesehatan tersebut.
"Kalau kemarin ada berita seperti itu tentu kami membantah jika ada yang mengira kami terlibat. Padahal, tidak ada hubungannya sama sekali. Yang penting kami sudah memberitahu," ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga tidak pernah melakukan pemeriksaan terhadap terkait dengan Covid-19.
"Dipastikan kami tidak pernah menjual, tidak pernah membeli, menyimpan. Bahkan tidak pernah melakukan pemeriksaan yang terkait diagnosis Covid-19," tegasnya.
Baca juga: Ratusan Alat Rapid Test Antigen Ilegal Beromzet Miliaran di Semarang, Diduga Disuplai dari Jakarta
Sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah, membongkar kasus penjualan alat rapid test antigen ilegal di Kota Semarang.
Dalam penangkapan tersebut, polisi berhasil mengamankan SPM yang merupakan sales dari PT SSP di daerah Jakarta Utara.
Selain itu, turut juga diamankan barang bukti berupa 245 boks merek Clungene, 121 boks merek Hightop, 10 boks jenis saliva, dan 3 boks merek Speedchek.
Selain itu, ada juga alat lain yang tidak memiliki izin edar berupa 3 buah pulse oximeter, 2 buah oximeter IP22, dan 59 pack masing-masing berisi 100 pcs stik swab.
Dari pengakuan SPM, praktik ilegal itu sudah dilakukan selama lima bulan dan diperkirakan meraup keuntungan sebesar Rp 2,8 miliar.
Kepada polisi, SPM mengaku sedang mengurus izin edar alat rapid test antigen itu.
"Sedang mengurus (izin). Ini karena keuntungan. Sudah jual 20 karton," ujar SPM saat gelar perkara di kantor Ditreskrimsus Polda Jateng, Rabu (5/5/2021).
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 197 Undang-undang (UU) nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana diubah dalam Pasal 60 angka 10 UU Cipta Kerja dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda 1,5 miliar.
Kemudian, UU nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dijerat dengan pasal 62 ayat 1 dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.
(Penulis Kontributor Semarang, Riska Farasonalia | Editor Robertus Belarminus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.