Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berusia 2 Abad Lebih, Masjid Agung di Solo Gelar Shalat Tarawih 11 dan 23 Rakaat Sekaligus

Kompas.com - 07/05/2021, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Sebuah masjid kuno di kota Solo, Jawa Tengah, yang berusia dua abad lebih, menggelar shalat tarawih 11 dan 23 rakaat sekaligus — sebuah semangat menyatukan dua tradisi atau aliran yang dulu pernah tidak sejalan.

"Niat ingsun poso... — saya niat puasa... " Suara-suara dari masa lalu ini menggema dari Masjid Agung di Kota Solo, Jawa Tengah, awal Ramadan lalu.

Dengan menggunakan bahasa Arab dan Jawa, imam masjid membimbing jemaah shalat tarawih untuk mendaras doa niat puasa. Inilah penutup dari salat tarawih malam itu.

Baca juga: Warga Banten Boleh Shalat Id di Masjid asal Patuh Protokol Kesehatan

Masjid yang terletak di Kampung Kauman, Pasar Kliwon, Solo, yang merupakan saksi bisu penyebaran Islam di kota itu, memang sejak awal tidak terlalu kaku dalam menafsirkan dan mempraktikkan ritual ibadah.

Hal itu terlihat mencolok setiap Ramadan tiba. Masjid tersebut memfasilitasi umat Muslim yang ingin shalat sunnah tarawih berjamaah sebanyak 11 rakaat dan 23 rakaat secara sekaligus.

Pengelola masjid menyediakan dua orang imam untuk memimpin 'dua cara' shalat tarawih tersebut — sebuah ketidaklaziman mengingat kebanyakan masjid di Indonesia cenderung memilih salah satu aliran.

Baca juga: Waktu Iktikaf di Masjid Al-Akbar Surabaya Dibatasi, Ini Aturan Jamnya

"Masjid Agung posisinya memfasilitasi semua [dua aliran] karena kita kembali ke pranata lama keraton itu bisa memfasilitasi semua jemaat," kata Ketua Takmir Masjid Agung Solo, Mohammad Muhtarom.

Masjid — yang dulu bernama Masjid Ageng Keraton Hadiningrat — ini, memang, tak terlepas dari sejarah perjalanan Keraton Kasunanan Surakarta. Beberapa catatan melaporkan, masjid ini dibangun oleh Pakubuwono III sekitar tahun 1749.

Sejak Muhtarom mulai beraktivitas di masjid itu pada 1985, gelaran tarawih yang menyatukan dua aliran itu sudah dipraktekkan.

Baca juga: Masjid Agung Ciamis Tidak Gelar Shalat Id, Takbir Keliling dan Halalbihalal Dilarang

Bagaimana awal mula masjid 'menyatukan' dua aliran?

Pengelola masjid menyediakan dua orang imam untuk memimpin 'dua cara' salat tarawih tersebut ? sebuah ketidaklaziman di mana kebanyakan masjid di Indonesia cenderung memilih salah-satu aliran.Fajar Sodiq Pengelola masjid menyediakan dua orang imam untuk memimpin 'dua cara' salat tarawih tersebut ? sebuah ketidaklaziman di mana kebanyakan masjid di Indonesia cenderung memilih salah-satu aliran.
Awalnya, seingatnya, masjid yang kala itu dianggap sebagai ikon netral keagamaan di keraton, menggelar tarawih 20 rakaat dan tiga rakaat salat sunah witir.

"Dalam perkembangannya, jumlah rakaat mengalami perubahan," ujarnya kepada wartawan di Solo, Fajar Sodiq, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Dalam tradisi di Indonesia, tata cara shalat tarawih delapan rakaat biasanya identik dengan organisasi Muhammadiyah. Sebaliknya, praktek tarawih 20 rakaat dilekatkan kepada organisasi Nahdlatul Ulama yang juga memiliki alasan di baliknya.

Baca juga: Gegara Imam dan Takmir Meninggal karena Covid-19, Masjid di Sragen Ditutup 10 Hari, 13 Positif Corona

"Dinamika yang muncul kemudian, yang dilatari masalah sosial-kultural, kemudian mengalami pergeseran [menjadi delapan rakaat]," jelas Muhtarom. "Terjadi perdebatan di situ."

Ketika dihadapkan perselisihan seperti itu, lanjutnya, pengelola masjid memutuskan untuk "tidak masuk ke dalam perdebatan".

"Karena itu masalah furu'iyah (perbedaan pada hal yang tidak penting) interpretasi sebuah hadis yang sama," ujarnya.

Dihadapkan persoalan pelik seperti itu, pihak keraton yang saat itu masih menaungi masjid, memilih untuk berusaha menyatukannya. "Maka kami memfasilitasi semuanya."

Baca juga: Sejarah Masjid Agung Surakarta, Peninggalan Mataram Islam di Kota Solo

"Saya orang NU, tapi salat tarawih delapan rakaat"

Masjid yang terletak di Kampung Kauman, Pasar Kliwon, Solo, yang merupakan saksi bisu penyebaran Islam di kota itu, memang sejak awal tidak terlalu kaku dalam menafsirkan dan mempraktekkan ritual ibadah.Fajar Sodiq Masjid yang terletak di Kampung Kauman, Pasar Kliwon, Solo, yang merupakan saksi bisu penyebaran Islam di kota itu, memang sejak awal tidak terlalu kaku dalam menafsirkan dan mempraktekkan ritual ibadah.
Azan Isa berkumandang dari alat pengeras suara masjid, dan peserta shalat berduyun-duyun masuk ke dalam.

Usai shalat Isa, sang Imam kemudian memimpin shalat Isa dan salat tarawih delapan rakaat dan tiga rakaat salat witir.

Imam itu akan mundur dan digantikan oleh imam lainnya untuk menyelesaikan salat witir sebagai penutup salat tarawih delapan rakaat.

Kelompok yang sudah selesai tarawih delapan rakaat lantas meninggalkan masjid. Salah-seorang diantaranya Dian Wahyu Permadi, warga Solo.

Baca juga: Mengenang Jam Matahari di Masjid Magelang

"Kalau 11 rakaat 'kan lebih pendek," kata Dian saat ditanya alasannya memilih jumlah rakaat itu. Dia memilih rakaat yang lebih pendek, lantaran ada acara pada pukul 20.30 WIB yang harus dia datangi.

"Nanti kalau tidak ada acara, mungkin saya pilih yang 21 rakaat," tambahnya, sambil tertawa ringan.

Dian mengaku tumbuh dalam tradisi Nadhlatul Ulama (NU) melalui orang tuanya. Namun dia menyebut dirinya "netral, tidak ikut kelompok sana atau sini."

Baca juga: Masjid di Sragen Tutup 10 Hari Setelah Imam dan Takmir Meninggal karena Covid-19

"Nanti kecapekan, bacaannya panjang"

Petugas membersihkan serambi Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Solo, Jawa Tengah, Minggu (11/4/2021). Kegiatan tersebut untuk memberikan rasa nyaman bagi jamaah saat menjalan ibadah bulan suci Ramadhan sesuai protokol kesehatan di masa pandemi COVID-19.Maulana Surya/ANTARA FOTO Petugas membersihkan serambi Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Solo, Jawa Tengah, Minggu (11/4/2021). Kegiatan tersebut untuk memberikan rasa nyaman bagi jamaah saat menjalan ibadah bulan suci Ramadhan sesuai protokol kesehatan di masa pandemi COVID-19.
Sikap serupa juga ditunjukkan Dwi Bayu Wijanarko, warga Sukoharjo. Dia mengaku besar dalam tradisi NU, tapi memilih shalat tarawih delapan rakaat.

"Kalau ikut yang 23 rakaat nanti kecapekan 'kan bacaannya tambah panjang sampai satu juz lebih," ujar Dwi Bayu. Dia mengutarakannya sambil terkekeh.

Malam itu merupakan pengalaman pertamanya mengikuti salat tarawih di masjid kuno itu. "Tadi ikut yang 11 rakaat juga lumayan (lama)."

Pada ramadan sebelumnya, Dwi mengaku rajin mengikuti shalat tarawih 23 rakaat di masjid di dekat rumahnya di Sukoharjo.

Baca juga: Gubernur Kalbar: Masjid Tak Gunakan Prokes, Tak Akan Dibantu APBD untuk Kegiatan

"Tapi di sana bacaan surat-suratnya lebih pendek dan cepat," katanya.

Namun sambung Bayu, dirinya tertantang untuk mencoba tarawih 23 rakaat di Masjid Agung yang biasanya selesai pada pukul 21.00 WIB.

"Besok-besok saya ingin mencoba ikut yang 23 rakaat di Masjid Agung," ujarnya, setengah berharap.

Baca juga: Masjid Roudhotul Muchlisin, Ikon Wisata Religi Jember Bernuansa Turki dan Madinah

"Ini pengalaman pertama shalat 23 rakaat"

Petugas membersihkan serambi Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Solo, Jawa Tengah, Minggu (11/04/2021). Kegiatan tersebut untuk memberikan rasa nyaman bagi jamaah saat menjalan ibadah bulan suci Ramadhan sesuai protokol kesehatan di masa pandemi COVID-19.Maulana Surya/ANTARA FOTO Petugas membersihkan serambi Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Solo, Jawa Tengah, Minggu (11/04/2021). Kegiatan tersebut untuk memberikan rasa nyaman bagi jamaah saat menjalan ibadah bulan suci Ramadhan sesuai protokol kesehatan di masa pandemi COVID-19.
Pengalaman serupa juga dialami Uul Jihadat. Pria asal Yogyakarta itu rela datang ke Masjid Agung untuk bisa mengikuti shalat tarawih 11 rakaat.

Hanya saja ia datang terlambat sehingga tidak bisa mengikuti salat tarawih sejak rakaat awal sehingga mau tidak mau harus mengikuti shalat tarawih sebanyak 23 rakaat.

"Tadi saya ikut yang bisa dibilang 'kloter' kedua, ya, karena saya tahu di sini Masjid Agung Solo ada dua sesi [salat tarawih].

"Kebetulan saya tadi sampai sini pas yang 11 rakaat selesai witir, jadi ikut yang 23 rakaat, padahal inginnya ngejar yang 11 rakaat," akunya.

Baca juga: Remaja Tewas Tertabrak Kereta Api Saat Hendak Tadarus di Masjid, Ini Kronologinya

Bagi Uul, mengikuti shalat tarawih 23 rakaat di Masjid Agung merupakan pengalaman pertama dan sangat berkesan.

Sebagai orang yang besar dari keluarga Muhammadiyah, ia mengaku selama ini selalu melaksanakan  shalat tarawih dengan jumlah 11 rakaat.

"Selama ini ikutnya selalu 11 rakaat, tapi kali ini ikut 23 rakaat dengan bacaan satu juz. Dan ini kali pertama, surprise sekali ikut yang 23 rakaat," ucapnya.

Baca juga: Sejarah Masjid Jamik Pangkalpinang, Ada Sumbangan Bung Hatta dan Kubah dari Etnis Tionghoa

Apa komentar jemaah atas praktik tarawih dua tradisi?

Anggota polisi membersihkan mimbar masjid saat kegiatan bersih-bersih di Masjid Agung Keraton Kasunanan, Solo, Jawa Tengah, Senin (12/4/2021). Kegiatan tersebut dilakukan untuk memberikan rasa nyaman umat Islam dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan.MOHAMMAD AYUDHA/ANTARA FOTO Anggota polisi membersihkan mimbar masjid saat kegiatan bersih-bersih di Masjid Agung Keraton Kasunanan, Solo, Jawa Tengah, Senin (12/4/2021). Kegiatan tersebut dilakukan untuk memberikan rasa nyaman umat Islam dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan.
Ketika imam memimpin salat witir sebagai penutup salat tarawih delapan rakaat, sebagian peserta shalat memilih duduk. Mereka inilah yang akan melanjutkan tarawih 20 rakaat.

Mereka kemudian maju ke barisan saf depan. Otomatis jumlah jemaahnya pun berkurang dan tinggal tiga saf alias baris.

Iqbal Albani, warga kota Tegal, adalah salah-seorang di antaranya.

"Saya dari dulu, dari keluarga dan lingkungan, melakukan 20 rakaat. Ini kepercayaan kami," kata Iqbal.

Baca juga: Palembang Zona Merah, Seluruh Masjid Dilarang Gelar Shalat Id

Apakah Anda tidak letih dengan jumlah rakaat yang banyak?

"Karena ini hubungan dengan Tuhan, Insya Allah tidak capek," ujarnya kepada wartawan di Solo, Fajar Sodiq, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Terkait pilihan jemaah lainnya yang melakukan delapan rakaat, Iqbal menilai itu bukanlah masalah dan dia menghormatinya.

"Ini sebuah toleransi, positif, saling menghormati, tanpa ada yang menjatuhkan."

Baca juga: Jadi Simbol Toleransi, Begini Keindahan Masjid Maria Bunda Yesus

Di sinilah, Iqbal menaruh hormat kepada pengelola masjid yang memberi tempat kepada keduanya.

Adapun jemaah lainnya, Dwi Bayu Wijanarko mengaku takjub dengan keputusan takmir Masjid Agung Solo yang memfasilitasi pelaksanaan tarawih dua tradisi.

Dia mengaku sudah lama mengetahui praktek seperti itu. Itulah sebabnya dirinya memutuskan jauh-jauh datang dari Sukoharjo ke Masjid Agung untuk bisa merasakan suasana kerukunan tersebut.

"Ya, memang bagus sih karena jemaah bisa memilih mau ikut yang 11 atau 23 rakaat. Terus di sini juga para jemaahnya rukun dan saling menghormati meskipun berbeda jumlah rakaat tarawihnya," ungkapnya.

Baca juga: Terinspirasi Perjalanan Nabi, Tiang Masjid Ini dari Pohon Jati Utuh Setinggi 27 Meter

Takmir masjid: 'Jangan apriori terhadap perbedaan'

Ketua Takmir Masjid Agung Solo, Mohammad Muhtarom, mengatakan, selama ini pelaksanaan shalat tarawih 11 dan 23 rakaat sekaligus, tidak menimbulkan masalah.

"Di situ secara dhohiriyah (terlihat dari luar) tampak harmonis, walaupun berbeda pemahaman," ujarnya.

Dengan demikian, praktik salat tarawih yang menggabungkan dua tradisi itu dapat dijadikan contoh bagi masyarakat "untuk terbiasa melihat perbedaan".

"Jangan apriori terhadap perbedaan karena perbeedaan itu sebuah keniscayaan," ujar Muhtarom.

Baca juga: 5 Masjid Terindah di Dunia dengan Ciri Arsitektur yang Berbeda-beda

Ibadah 'lintas mazhab', beragama yang 'cair dan tidak kaku'

Abdi dalem dan kerabat Keraton mengikuti Kirab Malam Selikuran dengan berjalan dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menuju Masjid Agung, Solo, Jawa Tengah, Minggu (02/05) malam.MOHAMMAD AYUDHA/ANTARA FOTO Abdi dalem dan kerabat Keraton mengikuti Kirab Malam Selikuran dengan berjalan dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menuju Masjid Agung, Solo, Jawa Tengah, Minggu (02/05) malam.
Dahulu kala perbedaan tata cara shalat tarawih — dalam beberapa kasus — bisa menimbulkan persoalan di antara para penganutnya.

Dalam perkembangannya, kasus-kasus seperti ini nyaris tidak pernah dijumpai lagi.

Namun demikian, menurut pegiat Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Ahmad Nurcholish, praktik tarawih bersama yang menggabungkan dua tradisi penting untuk menunjukkan sikap beragama yang cair dan tidak kaku.

"[Jumlah rakaat tarawih] Ini perbedaan yang bukan pokok (furu'iyah), jadi sangat dimungkinkan, karena secara dalil Nabi Muhammad dulu mempraktikkan [rakaat salat tawarih] beragam," kata Nurcholish kepada BBC News Indonesia, Selasa (4/5/2021) malam.

Baca juga: Cerita Galang Dana Masjid Jogokariyan, Dipakai untuk Beli Kapal Selam Baru, Sudah Kumpulkan Rp 1,2 M

"Adakalanya Nabi Muhammad melakukan 11 rakaat, ada kalanya 23 kali. Jadi semua ada dalil hukumnya," tambahnya.

Secara konsisten, para penganut masing-masing kemudian melakukan ibadah sesuai tafsirnya masing-masing.

Tetapi belakangan, kata Nurcholish, muncul 'model beragama' yang disebutnya 'lintas mazhab'. "Jadi lebih fleksibel," katanya. Dia kemudian mencontohkan dirinya sendiri.

Tumbuh dalam tradisi NU, Nurcholish akan enteng hati melakukan shalat tarawih dengan 11 rakaat saat shalat berjamaah dengan teman-temannya yang berlatar Muhammadiyah.

Baca juga: 5 Masjid di Wilayah Ini Ditutup Sementara karena Kasus Covid-19

"Itu yang disebut generasi hybrid," ujarnya. "Mereka cair sekali, lebih fleksibel."

Baginya, sikap beragama yang tidak kaku seperti itu — termasuk shalat tarawih 'dua mazhab' di Masjid Agung Solo — "penting".

"Itu bisa menjadi pintu bagi adanya interaksi, dialog dan saling memahami antar berbagai mazhab di dalam Islam," paparnya. Sehingga, bisa mengurangi model beragama yang "takfiri" — saling mengkafirkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Misteri Pembunuhan Ibu dan Anaknya di Palembang, Ada Pisau Berlumurah Darah dan Sandal di TKP

Misteri Pembunuhan Ibu dan Anaknya di Palembang, Ada Pisau Berlumurah Darah dan Sandal di TKP

Regional
Bertemu Pembunuh Ibu dan Kakaknya, Bocah di Palembang Telepon Ayah Sambil Ketakutan

Bertemu Pembunuh Ibu dan Kakaknya, Bocah di Palembang Telepon Ayah Sambil Ketakutan

Regional
Anggota Polres Yahukimo Bripda OB Meninggal Dianiaya OTK

Anggota Polres Yahukimo Bripda OB Meninggal Dianiaya OTK

Regional
Mantan Ketua KONI Tersangka Korupsi Dana Hibah Ditahan Kejati Sumsel

Mantan Ketua KONI Tersangka Korupsi Dana Hibah Ditahan Kejati Sumsel

Regional
26 Pekerja Migran Asal NTT Meninggal di Luar Negeri dalam 4 Bulan

26 Pekerja Migran Asal NTT Meninggal di Luar Negeri dalam 4 Bulan

Regional
Perincian Sanksi untuk ASN di Semarang apabila Bolos di Hari Pertama Kerja Usai Lebaran 2024

Perincian Sanksi untuk ASN di Semarang apabila Bolos di Hari Pertama Kerja Usai Lebaran 2024

Regional
127 Perusahaan di Jateng Bermasalah soal THR, Paling Banyak Kota Semarang

127 Perusahaan di Jateng Bermasalah soal THR, Paling Banyak Kota Semarang

Regional
Kisah Jumadi, Mudik Jalan Kaki 4 Hari 4 Malam dari Jambi ke Lubuk Linggau karena Upah Kerja Tak Dibayar

Kisah Jumadi, Mudik Jalan Kaki 4 Hari 4 Malam dari Jambi ke Lubuk Linggau karena Upah Kerja Tak Dibayar

Regional
Gagalkan Aksi Pencurian hingga Terjungkal, Karyawan Alfamart di Semarang Naik Jabatan

Gagalkan Aksi Pencurian hingga Terjungkal, Karyawan Alfamart di Semarang Naik Jabatan

Regional
Pimpin Apel Usai Cuti Lebaran, Pj Gubernur Sumut: Kehadiran ASN Pemprov Sumut 99,49 Persen

Pimpin Apel Usai Cuti Lebaran, Pj Gubernur Sumut: Kehadiran ASN Pemprov Sumut 99,49 Persen

Regional
Kakek di Kupang Ditangkap Usai Todongkan Senjata Laras Panjang ke Istrinya

Kakek di Kupang Ditangkap Usai Todongkan Senjata Laras Panjang ke Istrinya

Regional
Menyoal Ditetapkannya Anandira, Istri Anggota TNI, sebagai Tersangka Usai Bongkar Dugaan Perselingkuhan Suami

Menyoal Ditetapkannya Anandira, Istri Anggota TNI, sebagai Tersangka Usai Bongkar Dugaan Perselingkuhan Suami

Regional
Penampungan Minyak Mentah di Blora Terbakar, Pemkab Segera Ambil Sikap dengan Pertamina

Penampungan Minyak Mentah di Blora Terbakar, Pemkab Segera Ambil Sikap dengan Pertamina

Regional
Ternyata, Sopir Bus ALS yang Tewaskan 1 Orang Kabur Usai Kecelakaan

Ternyata, Sopir Bus ALS yang Tewaskan 1 Orang Kabur Usai Kecelakaan

Regional
Dosen Universitas Pattimura yang Diduga Lecehkan Mahasiswi Belum Diperiksa, Begini Penjelasan Polisi

Dosen Universitas Pattimura yang Diduga Lecehkan Mahasiswi Belum Diperiksa, Begini Penjelasan Polisi

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com