Pengalaman serupa juga dialami Uul Jihadat. Pria asal Yogyakarta itu rela datang ke Masjid Agung untuk bisa mengikuti shalat tarawih 11 rakaat.
Hanya saja ia datang terlambat sehingga tidak bisa mengikuti salat tarawih sejak rakaat awal sehingga mau tidak mau harus mengikuti shalat tarawih sebanyak 23 rakaat.
"Tadi saya ikut yang bisa dibilang 'kloter' kedua, ya, karena saya tahu di sini Masjid Agung Solo ada dua sesi [salat tarawih].
"Kebetulan saya tadi sampai sini pas yang 11 rakaat selesai witir, jadi ikut yang 23 rakaat, padahal inginnya ngejar yang 11 rakaat," akunya.
Baca juga: Remaja Tewas Tertabrak Kereta Api Saat Hendak Tadarus di Masjid, Ini Kronologinya
Bagi Uul, mengikuti shalat tarawih 23 rakaat di Masjid Agung merupakan pengalaman pertama dan sangat berkesan.
Sebagai orang yang besar dari keluarga Muhammadiyah, ia mengaku selama ini selalu melaksanakan shalat tarawih dengan jumlah 11 rakaat.
"Selama ini ikutnya selalu 11 rakaat, tapi kali ini ikut 23 rakaat dengan bacaan satu juz. Dan ini kali pertama, surprise sekali ikut yang 23 rakaat," ucapnya.
Baca juga: Sejarah Masjid Jamik Pangkalpinang, Ada Sumbangan Bung Hatta dan Kubah dari Etnis Tionghoa
Mereka kemudian maju ke barisan saf depan. Otomatis jumlah jemaahnya pun berkurang dan tinggal tiga saf alias baris.
Iqbal Albani, warga kota Tegal, adalah salah-seorang di antaranya.
"Saya dari dulu, dari keluarga dan lingkungan, melakukan 20 rakaat. Ini kepercayaan kami," kata Iqbal.
Baca juga: Palembang Zona Merah, Seluruh Masjid Dilarang Gelar Shalat Id
Apakah Anda tidak letih dengan jumlah rakaat yang banyak?
"Karena ini hubungan dengan Tuhan, Insya Allah tidak capek," ujarnya kepada wartawan di Solo, Fajar Sodiq, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Terkait pilihan jemaah lainnya yang melakukan delapan rakaat, Iqbal menilai itu bukanlah masalah dan dia menghormatinya.
"Ini sebuah toleransi, positif, saling menghormati, tanpa ada yang menjatuhkan."
Baca juga: Jadi Simbol Toleransi, Begini Keindahan Masjid Maria Bunda Yesus
Di sinilah, Iqbal menaruh hormat kepada pengelola masjid yang memberi tempat kepada keduanya.
Adapun jemaah lainnya, Dwi Bayu Wijanarko mengaku takjub dengan keputusan takmir Masjid Agung Solo yang memfasilitasi pelaksanaan tarawih dua tradisi.
Dia mengaku sudah lama mengetahui praktek seperti itu. Itulah sebabnya dirinya memutuskan jauh-jauh datang dari Sukoharjo ke Masjid Agung untuk bisa merasakan suasana kerukunan tersebut.
"Ya, memang bagus sih karena jemaah bisa memilih mau ikut yang 11 atau 23 rakaat. Terus di sini juga para jemaahnya rukun dan saling menghormati meskipun berbeda jumlah rakaat tarawihnya," ungkapnya.
Baca juga: Terinspirasi Perjalanan Nabi, Tiang Masjid Ini dari Pohon Jati Utuh Setinggi 27 Meter
Ketua Takmir Masjid Agung Solo, Mohammad Muhtarom, mengatakan, selama ini pelaksanaan shalat tarawih 11 dan 23 rakaat sekaligus, tidak menimbulkan masalah.
"Di situ secara dhohiriyah (terlihat dari luar) tampak harmonis, walaupun berbeda pemahaman," ujarnya.
Dengan demikian, praktik salat tarawih yang menggabungkan dua tradisi itu dapat dijadikan contoh bagi masyarakat "untuk terbiasa melihat perbedaan".
"Jangan apriori terhadap perbedaan karena perbeedaan itu sebuah keniscayaan," ujar Muhtarom.
Baca juga: 5 Masjid Terindah di Dunia dengan Ciri Arsitektur yang Berbeda-beda