Pada momen itulah, dia merasa sangat berdosa. "Andaikata saya mati di Suriah, dan orangtua tidak merestui, itu sangat berdosa," tambahnya.
Itulah sebabnya, masih dalam tahun yang sama, Syahrul akhirnya memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan berhasil.
Baca juga: Densus 88 Tangkap Seorang Terduga Teroris di Poso
Tiga tahun kemudian, yaitu pada 2017, Syahrul ditangkap oleh Densus 88 atas keterlibatannya bersama ISIS di Suriah. Dia divonis tiga tahun penjara dan dibebaskan pada 2019 setelah mendapat remisi.
Dalam wawancara, kehadiran ayah dan ibunya disebutnya sebagai faktor paling penting yang membuatnya menyadari kesalahannya bergabung dengan ISIS di Suriah.
"Keajaiban itu saya kira dari doa orangtua yang senantiasa mendoakan saya," katanya. Dia meyakini bahwa doa orangtualah yang membuatnya berhasil kembali ke Indonesia.
Dua tahun setelah menghirup udara bebas, Syahrul belum menceritakan masa lalunya itu kepada tiga anaknya yang masih kecil. Kelak saat mereka sudah dewasa, Syahrul akan mengungkapkannya — tanpa menutup-nutupinya.
Baca juga: Densus 88 Sudah Tangkap 53 Orang yang Diduga Terkait Bom Gereja Katedral Makassar
"Paling tidak setiap orang pernah melakukan kesalahan, barangkali abi (ayah) dulu pernah salah dengan berangkat ke sana [Suriah], dan abi sudah berusaha memperbaiki diri, dan bahkan mendidik anak-anak untuk hati-hati melangkah, supaya tidak seperti abi," kata Syahrul.
Saat ditemui BBC News Indonesia, Syahrul sedang menjalankan bisnisnya, yaitu menjual permen buah dan mendistribusikan lembar kerja siswa (LKS).
"Saya anggap itu dakwah saya. Bentuk koneksi jihad saya sudah berubah. Itu cocok buat di Indonesia yang merupakan negara damai," ungkapnya.
Dari sisi pemahaman keislaman, Syahrul mengaku memperluas 'pergaulannya' dengan para ulama yang selama ini 'di luar' pemahamannya dulu tentang Islam.
Baca juga: Densus 88 Kembali Tangkap 7 Terduga Teroris di Makassar
"Yaitu ulama yang memiliki wawasan lebih longgar, luas, dan luwes, karena Islam ternyata mengajarkan seperti itu," katanya.
Ketika BBC Indonesia bertanya apakah dirinya mengalami stigma dari masyarakat terkait status eks napi teroris yang dilekatkan kepadanya, Syahrul tidak terlalu memusingkannya.
Dia ingin menunjukkan kepada siapa pun bahwa dirinya adalah "orang baik" dengan membuktikan dengan dakwahnya sekarang yang disebutnya lebih humanis.
"Itu semua akan menjawab dari sebuah stigma, dan itu akan hilang dengan sendirinya, yaitu dengan kita tunjukkan dengan amal nyata yang lebih baik," ujar Syahrul.
Baca juga: Setelah Bom Gereja Katedral Makassar, Densus 88 Sudah Tangkap 36 Terduga Teroris di Sulsel
Saat ini Syahrul sedang menyelesaikan sebuah buku yang isinya tentang pengalamannya selama ini yang diharapkannya dapat bermanfaat bagi masyarakat.
Dia juga rajin membagikan pengalamannya di berbagai kampus dan sekolah.
"Saya tidak ingin generasi setelah saya itu akan lahir 'Syahrul-Syahrul yang salah' seperti saya," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.