Kondisi ibunya yang sakit akibat memikirkan tindakannya juga membuat "matanya terbuka".
Di hadapan ibunya dia bersumpah tidak mengulangi perbuatannya. "Saya janji kepada ibu saya."
Dia masih teringat perkataan yang diulang-ulang oleh ibu dan pamannya: "Jangan berlebihan dalam bersikap, jangan aneh-aneh. Ayahmu (yang meninggal saat dia masih kuliah), keluargamu, tidak ada yang aneh-aneh."
Tiga tahun kemudian ayah tiga anak ini ditangkap Densus 88 dan divonis 3,5 tahun penjara pada 2018 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena terbukti bergabung organisasi teroris ISIS.
Baca juga: Ada Senjata Rakitan Serupa AK-47 Dalam Rumah Terduga Teroris di Makassar
Dia hanya menjalani hukuman 2,5 tahun penjara, karena mendapatkan pembebasan bersyarat setelah menyadari kesalahannya di masa lalu dan menyatakan setia kepada NKRI.
"Ketika di dalam penjara, saya bertambah sadar bahwa setiap perbuatan, pasti ada pertanggungjawabannya," ungkapnya. Dia kemudian mengikuti program deradikalisasi.
Pada 29 Mei 2020, Abu Farros menghirup udara bebas dan dia mengaku sepenuhnya sudah berubah.
"Islam itu rahmatan lil alamin, tidak meneror. Islam itu memberikan akhlak. Jadi dakwah itu bisa lewat akhlak (berbuat baik), bukan lewat yang lain-lain," ujarnya.
Dia juga menerima Pancasila sebagai dasar negara dan semua aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Dan perlahan-lahan dia pun menekuni lagi bisnis baju koko yang dulu digelutinya.
Baca juga: Anaknya yang Masih SMA Ditembak Mati KKB, Ayah: Mereka Itu Teroris!
Ketika BBC Indonenesia bertanya apakah statusnya sebagai eks napi teroris menganggu aktivitas bisnisnya, Abu tak memungkiri. "Saya agak minder."
Dan, kebetulan rekanan bisnisnya beragama Kristen. Dia awalnya merasa rekanannya itu "lebih bersikap hati-hati" terhadap dirinya. Namun ketakutannya itu, ternyata, terlalu berlebihan.
Buktinya, "saya tetap dihutangi lagi, karena saya baik dengan dia, dan dia baik dengan saya." Abu Farros tertawa kecil.
"Kalau saya tidak menghormati mereka [rekanannya yang beragama Kristen], ngapain saya harus bayar hutang. Kewajiban saya [untuk bayar hutang] tetap kewajiban saya," katanya, memberikan contoh.
Baca juga: Puluhan Napi Teroris di Lapas Gunung Sindur Ucapkan Ikrar Setia Pancasila
Kepada anak bungsunya yang masih kanak-kanak, dia menutupi 'aktivitasnya' di masa lalu. "Saya bilang abi (ayah) mondok."
Sebaliknya dia menjelaskan lebih terbuka kepada anak sulungnya, Farros dan adiknya, bahwa ayahnya pernah dipenjara. Kebetulan anak pertamanya yang berusia 15 tahun itu pernah membesuknya di penjara.
Saat wawancara, dia lalu mengutarakan rencananya bersama eks napi terorisme lainnya, Syahrul Munif, untuk mendirikan organisasi Fajar Ikhwan Sejahtera.
Baca juga: Serang Densus 88 Pakai Parang, Terduga Teroris di Makassar Ditembak Mati
Mereka menginginkan organisasi itu kelak dapat membantu para eks napi terorisme supaya "memiliki kesibukan dan tidak lagi berpikir aneh-aneh... Juga agar negara peduli kepada mereka."
Belajar dari pengalamannya dulu, dia berujar kepada siapapun agar tidak menelan mentah-mentah informasi yang beredar di media sosial.
"Harus benar-benar dipahami. Jangan sampai setelah berbuat, menyesali."
Termasuk memaknai jihad? Tanya saya. "Jihad itu artinya sungguh-sungguh. Kita berbuat baik dan bersungguh-sungguh itu jihad."
Jadi, apa jihad Anda sekarang? "Mengayomi keluarga sebagai kepala rumah tangga dan bertanggungjawab, itu namanya jihad."
Baca juga: Kisah Pertobatan WNI Eks Jihadis di Suriah, Wildan: Kami Ditaruh di Front Pertempuran (2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.