PONTIANAK, KOMPAS.com – Bupati Kabupaten Sambas Atbah Romin Suhaili menjawab tudingan Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji yang menilai dia ogah-ogahan dalam menangani penyebaran virus corona.
Menurut Atbah, Kabupaten Sambas malah yang paling serius menangani Covid-19, khususnya di kawasan perbatasan. Namun, kadang menunggu hasilnya sangat lama.
“Sutarmidji itu, memang tidak bisa menjaga lidahnya, walaupun sedang puasa. Saya usul agar dia menyibukkan diri dengan membaca Al Quran saja,” kata Atbah saat dihubungi Kompas.com, Selasa (4/5/2021).
Baca juga: Gubernur Kalbar Nilai Bupati Sambas Ogah-ogahan Tangani Corona
Atbah menganggap, mantan Wali Kota Pontianak dua periode itu telah sembarangan bicara tanpa data dan tanpa klarifikasi.
“Seperti itu kebiasaannya, senang nyalahkan, dan suka nyakiti hati orang lain, ngomongnya kasar dan congkak,” ungkap Atbah.
Menurut Atbah, harusnya sebagai gubernur, Sutarmidji memberikan arahan dan petunjuk dengan cara yang baik dan santun.
Bukan malah terkesan mempermalukan orang lain di depan umum.
“Bahasanya kadang buruk dan kotor. Sutarmidji terbiasa mempermalukan orang lain di depan umum, sungguh kebiasaan yang tidak perlu dibiasakan,” jelas Atbah.
Baca juga: Satgas Covid-19 Kalbar Siapkan 700 Kamar untuk Karantina Pemudik Ngeyel
Sebelumnya diberitakan, Gubernur Kalbar Sutarmidji menilai Bupati Kabupaten Sambas Atbah Romin Suhaili setengah hati menangani virus corona.
Menurut Sutarmidji, mungkin karena masa pemerintahannya akan berakhir bulan Juni mendatang, lalu seakan lepas dari tanggung jawab.
"Jangan bupati merasa sudah habis bulan Juni, sekarang ogah-ogahan. Tanggung jawab dia sampai Juni, udahlah besar hatilah untuk melaksanakan tugas pemerintahan," kata Sutarmidji kepada wartawan, Senin (3/5/2021).
Sebagaimana diketahui, Bupati Sambas Atbah Romin Suhaili bersama wakilnya Hairiah, merupakan satu di antara tiga kepala daerah petahana di Kalbar yang gagal mempertahankan kekuasaannya setelah kalah dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
"Sambas saya udah angkat tangan, capek ngomongnya saja. Mungkin karena enggak efektif pemerintahan di sana, tinggal satu bulan lagi. Tapi kan enggak boleh gitu, kasihan masyarakatnya," ungkap Sutarmidji.
Padahal, lanjut Sutarmidji, dia meminta kepada pemerintah daerah di kabupaten untuk tidak pelit dalam belanja alat kesehatan seperti membeli rapid test antigen dan laboratorium polymerase chain reaction (PCR).
"Mungkin satu atau dua tahun belum berakhir, kita harus memiliki penanganan yang baik," terang Sutarmidji.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.