UNGARAN, KOMPAS.com - Sejak jejak batik patroon Ambarawa ditemukan, pamong budaya Kabupaten Semarang Mahfud Fauzi berupaya sekuat tenaga untuk melestarikan hasil budaya yang lama tersimpan di Belanda tersebut.
Dia bersama timnya, antara lain pemerhati sejarah Derry Gunadi dan seniman Renggo Dumadi membentuk Komunitas Batik Patroon 1867 Ambarawa.
"Komunitas ini konsen untuk mengenalkan dan memproduksi batik patroon Ambarawa agar dikenal luas dan sebagai upaya pelestarian," jelas Mahfud di Rumah Produksi Batik Patroon 1867 Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (3/5/2021).
Baca juga: Perjuangan Perempuan Ambarawa, Pulangkan Batik Patroon dari Leiden
Dalam proses pembuatan batik cap, kelompok ini tidak menggunakan cap dari tembaga yang lazim dipakai.
Mereka memanfaatkan kertas bekas bungkus rokok sebagai alat motif cap.
Mahfud mengatakan jika menggunakan cap yang berbahan tembaga maka harganya cenderung mahal.
"Satu alat cap minimal harganya Rp 1 juta, tentu jika dibandingkan cap dari bungkus rokok sangat jauh," jelasnya.
Baca juga: Menelusuri Jejak Batik Patroon Ambarawa yang Hilang, Sempat Jaya di Tahun 1920-an
Proses pembuatan cap dari bungkus rokok, menurut Mahfud sangat mudah tapi membutuhkan waktu yang cenderung lebih lama dan membutuhkan ketelitian.
Untuk satu cap setidaknya membutuhkan waktu tiga sampai empat hari.