KOMPAS.com - Bandiman mengaku masih syok dan terpukul anaknya meninggal setelah diduga keracunan makanan orderan atau pesana offline yang dia bawa.
Bandiman pun mengaku menyesal telah menerima orderan offline tersebut. Dirinya berharap kejadian tragis yang dialami menjadi pelajaran bagi pengemudi ojek online lainnya.
"Sebenarnya nggak boleh (aplikasi offline). Kan saya panggilan hati. Ya saya enggak munafik juga butuh duit," katanya.
Bandiman mengatakan, menerima pesanan secara offline sejatinya dilarang oleh perusahaan tempatnya bekerja.
Baca juga: Memburu Wanita Misterius Pengirim Sate Beracun yang Tewaskan Anak Pengemudi Ojol di Yogyakarta
Namun dia tak enak hati untuk menolak permintaan tersebut. Apalagi, katanya, saat itu sedang sepi orderan.
Mantan pegawai tambang itu juga menjelaskan, pandemi Covid-19 telah membuat penghasilannya menurun drastis dari Rp 300.000 menjadi Rp 100.000.
Saat ini, Bandiman mengaku belum siap untuk bekerja kembali. Dirinya ingin menata hati usai kejadian memilukan itu.
"Saya belum mood kerja, istilahnya masih dalam suasana duka. Mungkin satu atau dua hari ke depan bekerja lagi," kata dia.
Baca juga: Gali Lubang Selokan, Pencuri di Lampung Bobol 5 Toko dan Curi Puluhan Juta
Saat ditemui di rumahnya di Desa Salakan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bandiman menceritakan, Naba tergolong anak pandai.
Menurutnya, Naba yang duduk di kelas IV Sekolah Dasar Karangkajen, sering berkata ingin menjadi petugas pemadam kebakaran.
"Cita-citanya kalau ditanya jawabnya pemadam," kenang Bandiman, Jumat (30/4/2021).
Baca juga: Polisi Sudah Kantongi Ciri-ciri Pengirim Sate yang Dimakan Anak Ojol Sebelum Tewas
Seperti diberitakan sebelumnya, Bandiman menerima orderan dari seorang wanita di Jalan Gayam, Kota Yogyakarta.
Saat itu, Bandiman menerima dua kotak makanan berisi lontong dan kudapan untuk dikirim ke Kapanewon, Bantul.
Menurut Bandiman, wanita itu terpaksa order offiline karena tak memiliki aplikasi.
Saat itu Bandiman meminta ongkos sebesar Rp 25.000, tapi wanita tersebut justru memberi Rp 30.000.
(Penulis: Kontributor Yogyakarta, Markus Yuwono | Editor: Teuku Muhammad Valdy Arief)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.