Namun pada Desember 2020, pihak klinik terkejut saat SM mengunggah potongan-potongan percakapan di media sosial yang menyudutkan L'Viors soal kondisi wajahnya setelah perawatan di klinik tersebut.
Kuasa hukum Klinik L'Viors, HK Kosasih mengatakan, tindakan SM sudah memenuhi unsur tindak pidana pencemaran nama baik. Seolah-olah, SM telah mendapatkan pelayanan buruk di klinik itu.
"Harusnya SM datang ke klinik dan menyampaikan apa yang dialami secara baik-baik. Bukan mengumbar di medsos dan dibaca oleh semua orang yang tidak tahu pokok permasalahannya," kata Kosasih.
SM, kata dia, telah melakukan framing yang buruk dan merugikan klinik. Padahal, menurutnya faktanya belum tentu demikian.
Baca juga: Warga Surabaya yang Sudah Disuntik Vaksin Covid-19 Capai 788.313 Orang
"Ini bukan kriminalisasi kepada SM, saya harap masyarakat bisa menyikapi permasalahan ini dengan bijak," jelasnya.
Kasus tersebut sudah berproses di Pengadilan Negeri Surabaya. Rabu (21/4/2021), SM sebagai terdakwa menjalani sidang perdana.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa SM melanggar pasal 27 Ayat 3 Jo pasal 45 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dalam surat dakwaan JPU disebutkan, terdakwa telah mendistribusikan atau mentransmisikan atau membuat dapat diakses dokumen elektronik, dengan cara mengunggah screenshot percakapan direct message dengan saksi T, M, dan A yang mengarah kepada kegagalan Klinik L'Viors dalam menangani pasiennya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.