Selain itu Masjid Jami dibangun dengan 5 tiang penyangga, 1 tiang penyangga utama terdapat di tengah masjid, 4 lainnya berada di sudut.
“Tiang penyangga utama terbuat dari fosil kayu cina duri yang telah berumur ratusan tahun, pada tiang utama ini bersegi 12 yang menandakan bahwa di Luwu atau Palopo memiliki jumlah anak suku sebanyak 12 atau dengan kata lain pada masa pembuatan masjid seluruh anak suku tersebut hadir memberikan sumbangsih baik pemikiran maupun pekerjaan fisik, antara satu tiang dengan tiang lainnya disambung dengan menggunakan pasak kayu sehingga saling melengkapi dan melekat kuat,” tutur Usman.
Kayu tiang penyangga utama dari fosil kayu cina duri tersebut diyakini oleh warga Palopo sebagai sesuatu yang bernilai mistis, sehingga kayu tersebut seringkali diambil orang untuk kepentingan pengobatan.
Selain itu bagi warga dari luar daerah jika datang di Palopo belum dikatakan lengkap atau menginjakkan kaki di Palopo jika belum mendatangi Masjid Jami dan melihat langsung kayu cina duri.
Untuk menghindari pengambilan kayu tiang tersebut pihak pengelola masjid melindungi dengan menggunakan kaca.
Perubahan rona awal Masjid Jami Palopo hingga saat ini tidak terlalu mencolok meskipun beberapa kali mengalami perbaikan, dari depan perubahan hanya nampak dari pintu pagar yang dibangun sejak jaman Belanda pada tahun 1938 masehi.
Masjid ini tidak pernah sepi dari jamaah terutama pada bulan Ramadan setiap selesai melaksanakan shalat para jemaah tetap tinggal di masjid untuk mengaji atau membaca tadarrus Alquran dan berzikir.
“Masjid ini juga menjadi salah satu kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara, namun dikarenakan adanya pandemi Covid-19 sehingga wisatawan mancanegara tidak ada lagi yang datang,” jelas Usman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.