Semua berawal dari penolakan. Saat ada pameran, Azis yang membawa kacamata ditolak oleh panitia karena kacamatanya dinilai biasa.
"Saya lalu belajar membuat kacamata frame kayu dari teman asal Yogya. Kemudian saya mulai membuat dan memasarkan kacamata frame kayu," jelasnya.
Dalam pemasaran, Azis dibantu istrinya, Susiati yang juga penyandang disabilitas.
"Istri saya juga ada masalah di kakinya tapi sejak lahir, tangannya juga. Dia bertugas pemasaran," kata Azis.
Baca juga: Perjuangan Perempuan Ambarawa, Pulangkan Batik Patron dari Leiden
Dikatakan, sejak berjualan kacamata frame kayu, peminat kacamata produksinya semakin meningkat.
Bahkan digemari hingga Bali.
"Sudah ada beberapa reseller. Kalau di reseller harga Rp 300.000 minimal pembelian lima kacamata, kalau beli langsung kisaran Rp 500.000," ungkapnya.
Dia membutuhkan waktu sekitar tiga jam untuk membuat satu kacamata kayu.
"Sekarang sudah pakai alat meski masih nebeng di teman. Kalau dulu manual memang butuh waktu lebih lama," kata Azis.
Baca juga: Perjuangan KH Hasyim Asyari, Pahlawan Nasional yang Hilang Dalam Kamus Sejarah Indonesia
Penggagas Tedjo Amoeng Bumi Pertiwi Aipda Panji Wiguna mengungkapkan komunitasnya menampung karya difabel, kerajinan warga, serta kuliner.
"Kami bergerak membuka ruang untuk maju bersama. Kami juga membuka ruang untuk memberi pelatihan kepada warga yang membutuhkan," kata Bhabinkamtibmas Tegalrejo ini.
Wali Kota Salatiga Yuliyanto yang meresmikan Tedjo Amoeng mengapresiasi tumbuhnya ruang-ruang kreasi dari masyarakat.
"Usaha-usaha yang dikombinasikan dengan perkembangan zaman akan maju, apalagi ini diinisiasi oleh orang-orang kreatif," paparnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.