KOMPAS.com - Berita soal bantuan bagi korban bencana alami di Kupang, Nusa Tenggara Timur, masih menjadi sorotan pembaca Kompas.com di hari kemarin.
Salah satu korban mengaku, bantuan yang hanya berupa satu butir telur, sebungkus mi instan, dan satu kilogram beras, dianggap hanya lelucon yang menyakitkan hari para korban.
Sementara itu, kisah Sri Wahyuningsih, warga Dusun Krajan, Desa Jambearum, Kecamatan Puger, menjadikan limbah pohon sengon menjadi barang bernilai jual tinggi juga menyita perhatian.
Wahyuningsih mengubah limbah pohon sengon menjadi bahan baku pembuatan tripleks.
Berikut ini berita populer nusantara selengkapnya:
Pasalnya, bantuan yang diterima hanya berupa satu butir telur, sebungkus mi instan, dan satu kilogram beras.
"Bantuan ini, kami anggap sebuah lelucon. Ini kata kasarnya sudah hina kami. Walau kami diterpa bencana seperti ini, tapi kami masih ada pisang, kelapa ubi yang nilainya masih lebih tinggi dari bantuan pemerintah," kata warga bernama Amtiran saat dihubungi Kompas.com, Selasa (20/4/2021).
Baca berita selengkapnya: Kesal Dapat Bantuan 1 Butir Telur dan Sebungkus Mi Instan, Korban Bencana NTT: Ini Lelucon, Kami Dihina
Sosok ibunda Raden Ajeng Kartini, MA Ngasirah, tak banyak yang tahu. Ibu dari pahlawan perempuan Indonesia itu bukanlah keturunan darah biru.
Hal itu diungkapkan seorang sejarawan Edy Tegoeh Joelijanto (50). Oleh karena itu, Ngasirah harus memanggil anak-anaknya sendiri dengan sebutan "ndoro" atau majikan.
Ulasan lengkap soal sosok Ngasirah dapat didalami dalam buku Kartini Guru Emansipasi Perempuan Nusantara karya Ready Susanto.
Baca artikel selengkapnya: Kisah Ngasirah Ibu Kandung Kartini, Menjadi Selir karena Tak Berdarah Biru, Memanggil Ndoro kepada Anak