Profesi ini ditekuni nenek Langi sejak suaminya meninggal dunia.
Anak perempuannya yang kerap membantunya memecah batu gunung, juga telah ditinggal cerai oleh suaminya.
Penghasilannya memecah batu, yang dijual seharga Rp 10 ribu per karung pupuk, digunakan untuk membeli kebutuhan lauk pauk.
Baca juga: Menilik Kembali Perjuangan dan Gagasan Kartini
Sebagian penghasilannya juga disisipkan untuk menyekolahkan dua cucunya yang sebentar lagi akan masuk SMA.
“Untuk mengumpulkan batu pecah satu truk senilai Rp 500.000 saya butuh waktu hinga tiga minggu,” jelas Langi.
Sebetulnya Langi tak mampu lagi bekerja.
Hanya karena situasinya tidak ada yang menopang ekonomi keluarganya kecilnya, Langi terpaksa bekerja membanting tulang setiap hari.
“Terpaksa saya tetap bekerja meski kadang sakit-sakitan,” jelasnya.
Kerap mengeluh capek dan lelah sudah pasti.
Baca juga: 5 Rekomendasi Film Perjuangan Perempuan dalam Menuntut Kesetaraan
Namun karena besarnya tanggung jawab yang diemban, untuk menghidupi dua anak dan dua cucunya membuat nenek Langi tidak bisa tinggal diam berlama-lama.
Ical, salah satu warga Desa Bombong Lambe, mengatakan Langi menjadi pemecah batu sejak suaminya meninggal dunia belasan tahun lalu.
“Dia perempuan tangguh, meski sudah usia lanjut tapi terlihat kuat. Dia seorang diri menghidupi anak dan cucunya,” jelas Ical.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.