Mereka mengandalkan Isnanto yang lebih pengalaman membuat mainan ini.
Isnanto menceritakan, sudah enam kali membuat meriam serupa bahkan sejak kelas lima SD. Ia belajar dari orang-orang yang lebih tua di masa lalu.
Tidak sulit membuat long pring, kata Isnanto.
“Besoke padha golek pring kae. Cerakan arep omah, diketoki, gawe long pring. Terus tiru-tiru kabeh. (Sinau soko) wong gedhe-gedhe,” kata Isnanto.
Ia menceritakan bagaimana dulunya orang-orang yang dewasa yang memulai dengan mencari dan memotong bambu dekat rumah untuk membuat long pring.
Baca juga: Hasil Bumi Melimpah di Tengah Pandemi, Warga Bukit Menoreh Gelar Syukuran
Sejak itu, semua orang ikut melakukan hal serupa.
“Suarane seru-seru. Pendhak poso dan arep bodho (suara letusan itu keras. Biasa dilakukan di bulan puasa dan menjelang Hari Raya),” kata Isnanto kemudian.
Pedukuhan Watubelah berada di dataran tinggi. Ada sungai mengalir sepanjang tahun dekat rumah Fian dkk. Suara air mengalir terdengar dari jauh.
Watubelah jadi salah satu perlintasan alternatif orang ke berbagai obyek wisata Kalurahan Jatimulyo di bukit bagian atas, seperti obyek wisata air terjun Kedung Pedut di atasnya.
Jalan aspal ke sana terasa kecil, sempit, banyak kelok dan tanjakan maupun turunan ekstrem.
Baca juga: Pegunungan Menoreh Akan Dilengkapi Kereta Gantung
Tidak banyak kendaraan lewat jalur alternatif ini sehingga suasana pedukuhan terasa tenang. Karena itu, suara letusan long pring terdengar sampai kejauhan.