Seketika itu, AS bersama istrinya langsung bergegas menuju Puskesmas Montong untuk menjemput anaknya yang mengalami kecelakaan.
Setibanya di Puskesmas Montong, AS dan istrinya syok melihat anaknya bersama empat temannya terbaring dalam kondisi tidak sadar di ruang gawat darurat.
"Saya syok tidak bisa bicara apa-apa, istri saya sudah menangis terus melihat kondisi anak seperti itu," kata AS.
Orangtua merasa janggal
AS merasa ada kejanggalan melihat kondisi kelima anak itu terbaring tak sadarkan diri, dengan alasan menjadi korban kecelakaan kendaraan di jalan raya.
Dalam hati kecilnya, AS meragukan penyebab kondisi itu karena kecelakaan.
"Kalau memang anaknya jadi korban kecelakaan, kok temannya juga ikut tidak sadar semua, bagaimana kecelakaannya terjadi?" kata AS.
Dalam perawatan, A terpaksa harus dirujuk ke RSUD dr R Koesma Tuban, lantaran mengalami luka serius di bagian kepala.
Setibanya di RSUD dr R Koesma Tuban sekitar pukul 17.30 WIB, A langsung mendapatkan penanganan medis dan pelayanan oleh petugas Instalasi Gawat Darurat.
"Ketika nyampek di RSUD anak saya langsung ditangani, diperiksa semua termasuk foto scan kepala dan badannya," kata AS.
Berdasakan pemeriksaan, A mengalami gegar otak dengan 5 titik luka retak pada bagian kepala.
Kesulitan biaya yang mahal
Sebelum tindakan operasi dilakukan oleh pihak rumah sakit, AS terlebih dahulu harus membuat surat pernyataan terkait kesanggupan biaya operasi secara mandiri yang berkisar Rp 10 juta hingga Rp 80 juta.
Saat itu, pikiran AS bertambah stres dan bingung saat dirinya harus menyediakan uang biaya operasi yang tak sebanding dengan penghasilannya selama ini.
Setelah operasi selesai, AS mendapatkan informasi bahwa rincian biaya operasi mencapai Rp 45 juta, belum termasuk biaya rawat inapnya.
"Karena kepingin anak segera sembuh dan tidak punya uang sebanyak itu, istri saya akhirnya saya suruh pulang untuk mencari pinjaman uang dulu di kampung," tutur AS.