Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanaman Porang Bikin Petani Madiun Untung Ratusan Juta, Beli Mobil dan Tanah (Bagian 1)

Kompas.com - 15/04/2021, 10:58 WIB
Muhlis Al Alawi,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

MADIUN, KOMPAS.com - Sujito (30), warga Desa Durenan, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun memilih tidak bekerja merantau lagi di Papua dan Kalimatan.

Sebab, bekerja di sebuah proyek pembangunan di perantauan hanya pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan makan minum keluarganya yang tinggal di jawa.

Ayah dua anak ini akhirnya memutuskan pulang kembali ke kampung halamannya di Desa Durenan, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun, Jawa Timur tahun 2016.

Pulang kembali ke kampung halaman, Sujito dihadapkan pada satu kenyataan untuk hidup menjadi seorang petani.

Sebelum mengenal porang, Sujito aktif menanam jagung dan singkong di lahan yang dimiliki. Namun, panen yang dihasilkan tak maksimal.

Baca juga: Cara Agustinus Menanam Porang, Pernah Belajar ke Jepang, hingga Dapat Rp 50 Juta dari Panen

Hasil panen yang didapatkan pas-pasan untuk menghidupi keluarganya.

Tak puas dengan hasil panen jagung dan singkong, Sujito kemudian melirik bertanam porang. Untuk menanam porang, awalnya ia memanfaatkan kebun seluas 200 meter persegi miliknya.

“Saya mendapatkan informasi bertanam porang hasilnya menggiurkan. Dan sekali tanam akan panen selamanya,” ujar Jito, panggilan akrab Sujito, kepada Kompas.com, Rabu (14/4/2021).

Modal yang digunakan pun berasal dari tabungannya selama bekerja merantau di Papua dan Kalimantan.

Untuk bertanam porang, Jito belajar otodidak. Ia banyak belajar dari petani porang lainnya dan media sosial.

Dua tahun merintis budidaya porang, kata Jito, ia mulai menikmati hasilnya. Harga umbi porang yang bergerak dari Rp 5.000 menjadi Rp 10.000 menjadikan keuntungan yang diperoleh dua kali lipat.

Bahkan, setahun lalu, Jito mendapat untung besar dari hasil budidaya porang. Pria itu meraup Rp 700 juta dari bertanam porang di lahan miliknya seluas satu hektare.

“Tahun 2020 saya memperoleh keuntungan sekitar Rp 700 juta,” kata Jito.

Modal yang dikeluarkan untuk menanam porang di lahan satu hektare memanglah tidak sedikit. Total ia mengeluarkan uang sekitar Rp 200 juta.

Modal 200 juta diperuntukkan untuk membeli tujuh ton bibit porang kurang lebih 21.000 biji sekitar Rp 175 juta dan biaya pekerja serta pemupukan sekitar Rp 15 juta.

Ia menanam biji porang dengan jarak tanam setengah meter antar bibit. Hasilnya dalam tujuh hingga delapan bulan ia memanen porang sebanyak 63 ton dengan nilai jual Rp 630 juta.

Tak hanya itu, semasa tanam rupanya ia juga mendapatkan hasil pendapatan lainnya dari katak (buah porang yang bisa dijadikan bibit). Total katak yang didapat sekitar 900 kilogram.

Katak itu dijual Rp 300.000 perkilogramnya. Dengan demikian pendapatan yang diperoleh dari hasil menjual katak sekitar Rp 270 juta.

Omzet penjualan porang dan katak sekitar Rp 900 juta,” kata Jito.

Jito mengaku keuntungan yang diperoleh dibelikan mobil baru, satu hektare tanah dan modal tanam tahun ini.

Tak hanya menjadi petani porang, kini Jito juga mampu menjual bibit dan membeli hasil panen porang milik petani lainnya.

Menurut Jito, keuntungan bertanam porang yang menggiurkan menjadikan banyak pemuda di desanya yang dahulu merantau memilih pulang kampung.

“Ini ada teman saya yang merantau di Malaysia akan pulang ke kampung halaman untuk menjadi petani porang,” kata Jito.

Senada dengan Jito, Aldo Kriswanto (21) petani muda lainnya juga mendapatkan keuntungan luar biasa dari berbudidaya porang.

Aldo memutuskan keluar dari pekerjaannya sebagai sekuriti di Surabaya dan pulang ke kampung halamannya untuk menjadi petani porang.

“Capek kerja disuruh-suruh terus. Makanya saya pulang ke kampung dan menanam porang,” kata Aldo.

Aldo memulai menanam porang sekitar dua tahun yang lalu. Bermodal uang tabungan sebesar Rp 15 juta selama bekerja di Surabaya Aldo menaman lahan kosong milik keluarganya.

Baca juga: Sejak Menanam Porang, Puluhan Warga Desa yang Dulu Melarat Kini Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Rumah

Usai panen perdana, Aldo tak langsung menjualnya. Umbi dan katak yang dihasilkan ditanam lagi di masa tanam kedua.

Saat ini ia tinggal menunggu hasil panen yang akan siap dijual.

“Ya kira-kira umbinya nanti kalau dijual sekitar Rp 50 juta,” kata Aldo.

Aldo mengaku saat ini banyak anak-anak muda yang merantau memilih pulang kampung untuk menanam porang sejak komoditas pertanian itu memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Bahkan, saat ini di desanya sudah terbentuk paguyuban petani muda porang dengan pendampingan pemerintah desa dan YMPI.

Modal tanam porang

PORANG-Salah satu petani muda asal Desa Durenan, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun, Jawa Timur menunjukkan tanaman porang di lahannya.KOMPAS.COM/MUHLIS AL ALAWI PORANG-Salah satu petani muda asal Desa Durenan, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun, Jawa Timur menunjukkan tanaman porang di lahannya.

Bertanam porang rupanya membawa berkah tersendiri bagi warga di Desa Durenan, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Desa yang berada di bawah lereng Gunung Wilis itu dahulunya dikenali sebagai daerah perantau.

Sebab, banyak pemuda-pemuda di desa itu pergi merantau bekerja di luar Jawa untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Namun, saat ini, pemuda yang dahulunya suka merantau memilih kembali ke kampung halaman untuk menanam porang.

“Dahulu sebelum mendapatkan modal dari KUR BNI, pemuda disini banyak yang jual sapi dan motor untuk menanam porang,” kata Kepala Desa Durenan, Purnomo, Rabu (14/4/2021).

Menurut Purnomo, warga sekitar sudah menanam porang sejak tahun 2009. Hanya saja petani mulai memanen banyak tiga tahun terakhir setelah semua banyak menanam porang.

Purnomo mengatakan, banyak warga mulai menanam porang setelah harga komoditi umbi-umbian itu meroket tinggi.

Total petani yang bergerak porang terbagi tiga yakni kelompok tani hutan, LMDH dan kelompok tani.

Kelompok tani menanam di lahan kering dan sawah itu tanahnya sendiri. Kelompok tani hutan menangani tanah kering di luar perhutani.

Sementara LMDH menangani lahan di kawasan perhutani.

Jumlah petani yang terlibat sekitar 500-an orang yang didominasi anak-anak muda. Sementara area lahan yang digarap sudah mencapai 250 hektare.

Sebelum booming, petani porang di desanya hanya tiga orang saja. Saat tanam tahun 2009, harga umbi porang perkilogramnya hanya Rp 1.800.

Baca juga: Ini Cara Menanam Porang agar Meraup Untung Rp 70 Juta Sekali Panen

Sekarang harga pergelondong berkisar Rp 10.000.

Ia menambahkan, dahulu warga yang bermukim di desa Durenan 40 persen merantau ke luar pulau Jawa. Tetapi, setelah porang maju, jarang lagi warganya yang pergi merantau.

Bahkan, anak-anak muda di desanya lebih suka menjadi petani porang daripada merantau ke luar Jawa.

“Sekarang banyak anak-anak muda yang suka bertani dan menanam porang,” kata Purnomo.

Bahkan, anak-anak yang lulus SMK pun enggan bekerja di kota. Mereka lebih memilih menggarap lahan sendiri untuk ditanami porang.

Bersambung: Tanaman Porang Bikin Petani Madiun Untung Ratusan Juta, Beli Mobil dan Tanah (Bagian 2)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com