MADIUN, KOMPAS.com - Sujito (30), warga Desa Durenan, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun memilih tidak bekerja merantau lagi di Papua dan Kalimatan.
Sebab, bekerja di sebuah proyek pembangunan di perantauan hanya pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan makan minum keluarganya yang tinggal di jawa.
Ayah dua anak ini akhirnya memutuskan pulang kembali ke kampung halamannya di Desa Durenan, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun, Jawa Timur tahun 2016.
Pulang kembali ke kampung halaman, Sujito dihadapkan pada satu kenyataan untuk hidup menjadi seorang petani.
Sebelum mengenal porang, Sujito aktif menanam jagung dan singkong di lahan yang dimiliki. Namun, panen yang dihasilkan tak maksimal.
Baca juga: Cara Agustinus Menanam Porang, Pernah Belajar ke Jepang, hingga Dapat Rp 50 Juta dari Panen
Hasil panen yang didapatkan pas-pasan untuk menghidupi keluarganya.
Tak puas dengan hasil panen jagung dan singkong, Sujito kemudian melirik bertanam porang. Untuk menanam porang, awalnya ia memanfaatkan kebun seluas 200 meter persegi miliknya.
“Saya mendapatkan informasi bertanam porang hasilnya menggiurkan. Dan sekali tanam akan panen selamanya,” ujar Jito, panggilan akrab Sujito, kepada Kompas.com, Rabu (14/4/2021).
Modal yang digunakan pun berasal dari tabungannya selama bekerja merantau di Papua dan Kalimantan.
Untuk bertanam porang, Jito belajar otodidak. Ia banyak belajar dari petani porang lainnya dan media sosial.
Dua tahun merintis budidaya porang, kata Jito, ia mulai menikmati hasilnya. Harga umbi porang yang bergerak dari Rp 5.000 menjadi Rp 10.000 menjadikan keuntungan yang diperoleh dua kali lipat.
Bahkan, setahun lalu, Jito mendapat untung besar dari hasil budidaya porang. Pria itu meraup Rp 700 juta dari bertanam porang di lahan miliknya seluas satu hektare.
“Tahun 2020 saya memperoleh keuntungan sekitar Rp 700 juta,” kata Jito.
Modal yang dikeluarkan untuk menanam porang di lahan satu hektare memanglah tidak sedikit. Total ia mengeluarkan uang sekitar Rp 200 juta.
Modal 200 juta diperuntukkan untuk membeli tujuh ton bibit porang kurang lebih 21.000 biji sekitar Rp 175 juta dan biaya pekerja serta pemupukan sekitar Rp 15 juta.
Ia menanam biji porang dengan jarak tanam setengah meter antar bibit. Hasilnya dalam tujuh hingga delapan bulan ia memanen porang sebanyak 63 ton dengan nilai jual Rp 630 juta.
Tak hanya itu, semasa tanam rupanya ia juga mendapatkan hasil pendapatan lainnya dari katak (buah porang yang bisa dijadikan bibit). Total katak yang didapat sekitar 900 kilogram.
Katak itu dijual Rp 300.000 perkilogramnya. Dengan demikian pendapatan yang diperoleh dari hasil menjual katak sekitar Rp 270 juta.