KOMPAS.com - Agustinus Adil (49) merupakan salah satu petani asal Kampung Lendo, Desa Gunung Baru, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, yang mampu melihat peluang dari tanaman porang.
Dengan menanam porang, Agustinus mampu meraup keuntungan hingga puluhan juta rupiah.
Baca juga: Cara Agustinus Menanam Porang, Pernah Belajar ke Jepang, hingga Dapat Rp 50 Juta dari Panen
Agustinus bercerita, dia sempat magang selama 9 bulan di Jepang dan belajar langsung cara memanfaatkan tanaman umbi-umbian tersebut.
Baca juga: Tanaman Porang, Perawatannya Mudah, Untungnya hingga Ratusan Juta Rupiah
Agustinus menanam porang dengan sistem terasering. Dari pengalamannya, hasilnya lebih bagus.
Baca juga: Sejak Menanam Porang, Puluhan Warga Desa yang Dulu Melarat Kini Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Rumah
Pemupukannya dilakukan secara alamiah dari daun-daun kering.
Baca juga: Menanam Porang Tanpa Modal, tapi Bisa Raup Untung Ratusan Juta Rupiah, Ini Rahasianya
"Dulu saya ambil benih dari hutan karena ini tanaman liar yang tak diperhitungkan oleh warga di Kampung Lendo," ujar dia lewat sambungan telepon kepada Kompas.com, Rabu (14/4/2021).
Porang ditanam di tanah gembur. Jika tidak, isi porang tidak berkembang. Bebatuan kecil dan akar kayu harus dikeluarkan dari tanah.
Jarak tanam antara benih itu sekitar 60 sentimeter. Baiknya tidak mencampur tanaman porang dengan tumbuhan lain, karena jika berhimpit dengan tumbuhan lain berpotensi tidak berkembang.
Tanaman kemiri tidak boleh ada di kebun porang. Sebab bisa mengakibatkan tanaman porang tidak berkembang karena penuh dengan akar.
Namun, di sela tanaman porang bisa ditanami tanaman seperti jahe dan cabai.
Agus mengambil benih biji katak porang dari hutan sebagai benih menanam porang.
Biji katak porang adalah buah yang tumbuh di antara batang tanaman porang yang bisa dijadikan bibit.
"Modal awal menanam porang, beberapa tahun lalu saya dengar cerita ada pedagang yang beli isi porang dengan harga Rp 500, kemudian harganya naik. Saat itu, saya berpikir bahwa tanaman ini menguntungkan bagi masa depan saya. Saya lihat dan ambil benih di hutan. Saya ambil biji katak (porang) untuk bibitnya," ujar dia.
Tanaman tangguh
Dari pengalamannya, tanaman porang sangat cocok di segala cuaca. Saat musim hujan, tanaman porang bisa tumbuh sendiri.
Saat musim kemarau, porang tidak tumbuh, tapi bukan berarti mati. Sebab, ketika musim hujan, porang tersebut bakal tumbuh lagi.
Tanaman porang juga jarang terkena penyakit karena jarang ditemukan hama untuk tanaman ini.
Kuncinya agar porang berkualitas, kata Agustinus, jangan memberi pupuk kimia atau menyemprot dengan obat-obatan kimia.
"Dulu saya jual ke Jawa. Hasil penjualannya, saya memperoleh uang dari Rp 30 juta sampai Rp 50 juta. Ada seorang petani di Lendo yang mengikuti apa yang saya lakukan memperoleh uang Rp 70 juta," ujar Agus.
Dia menyebut, satu hektare lahan bisa ditanami 16.000 benih biji katak porang.
Saat ini, di Kampung Lendo total sudah 35 hektare kebun porang. Jika dikali 16.000 benih per hektare, berarti ada 560.000 tanaman porang.
Satu tanaman porang bisa menghasilkan 1 sampai 3 umbi porang dan biasanya memiliki berat 5 kilogram per buah.
Kini, Agustinus menjadi guru untuk melatih langsung petani menanam porang di kebun. Teori sedikit, praktik lebih banyak.
Kelompok tani di Desa Gunung Baru dan Rana Mbata sudah giat menanam porang secara berkelompok di lahan masing-masing.
Petani sangat kewalahan mendapatkan benih porang. Porang yang ditanam saat ini didapat dari hasil mencabut di hutan.
Ia mengatakan, pemasaran tanam porang di luar negeri hingga ke Jepang, China, Thailand, dan sejumlah negara di Asia. (Penulis Kontributor Manggarai, Markus Makur | Editor Robertus Belarminus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.