KOMPAS.com - Tiga anak di bawah umur diduga alami kekerasan oleh oknum polisi dan dipaksa mengaku telah melakukan aksi pencurian di Buton, Sulawesi Tenggara.
Salah satu bocah berinisial RN (14) mengaku, saat diperiksa di ruang penyidik, dirinya ditampar hingga diancam dibunuh.
“Sambil ditanya-tanya, kami dipukul, diancam dengan senjata sama Pak Polisi di ruang penyidik. Bukan saja di hari itu, di hari-hari lain juga begitu," kata RN kepada sejumlah media, Selasa (13/4/2021).
Mirisnya, penyiksaan itu tak berlangsung sehari saja, namun di berlanjut di hari-hari berikutnya.
“Saya sempat ditampar empat kali di bagian pipi dan dipukul di pipi dua kali, ditendang di bagian perut dua kali dan diancam dan ditodong sama senjata di paha di telapak tangan, dan di kepala,” ucap RN.
Seperti diketahui, selain RN, dua anak lainnya berinisial AG (12) dan AJ (16) juga mengalami hal yang sama bersama MS (22). Keempatnya merupakan warga di Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton.
Baca juga: Uang Pensiun Suami Habis untuk Bayar Utang Bank, Istri Pensiunan Polisi Ini Terpaksa Jadi Pemulung
Sementara itu, La Ode AbduL Faris, kuasa hukum ketiga bocah tersebut menyayangkan adanya penyiksaan selama proses pemeriksaan.
“Memang benar, mereka mengalami penyiksaan yang berulang kali diancam dibunuh untuk mengakui perbuatan suatu pencurian yang memang bukan mereka yang melakukan,” kata Faris.
Pihaknya memnyebut, aksi oknum polisi itu adalah tindakan kriminalisasi anak di bawah umur.
“Ini aneh, ini ada upaya paksa untuk mengkriminalisasikan anak dibawah umur dan tambah satu dewasa,” ujar Faris.
Baca juga: 3 Anak di Bawah Umur Mengaku Disiksa, Diancam Dibunuh, Dipaksa Mengaku Mencuri oleh Polisi
Seperti diberitakan sebelumnya, vonis bersalah telah dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasarwajo kepada RN dan AG Rabu (24/3/2021).
Mereka harus menjalani 5 bulan hukuman di pesantren. Lalu, AJ mendapat ukuman dikembalikan ke orangtuanya dan MS masih menjalani persidangan.
“Walau telah divonis, saya ingin membersihkan nama kita dan saya ingin perjuangkan itu dan teman-teman yang lain, bukan kami yang melakukan pencurian itu,” ujarnya.
Baca juga: Mengenal Jagung Titi, Camilan Khas Buka Puasa di Flores Timur yang Ingatkan Kampung Halaman
Sementara itu, Kapolres Buton AKBP Gunarko mengaku akan menghormati proses hukum.
Menurutnya, vonis sudah dijatuhkan dan diputuskan bersalah namun dalam pembinaan untuk anak anak.
“Kalau memang ada dugaan kekerasan atau pemaksaan kami Polres siap menerima pengaduan melalui Propam,” ucap Gunarko.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus itu berawal setelah polisi mendapat laporan dugaan kasus pencurian seorang kepala sekolah bernama Saharudin pada Desember 2020.
Saat itu Saharudin melaporkan kasus pencurian ke Polsek Sampuabalo dan mengaku telah kehilangan uang Rp 100 juta, dua buah telepon genggam dan dua buah laptop di rumahnya.
Menurut RN, saat kejadian itu dirinya hanya mendengar suara ribut dan adikknya dikabarkan ditangkap karena mencuri.
“Awalnya saya tidak tahu, saya dengar ada ribut-ribut di rumah, saya bangun dan ada yang bilang adikku dibawa polisi katanya mencuri,” kata RN kepada sejumlah media, Selasa (13/4/2021).
Setelah itu, RN mengaku turut dipanggil dan diperiksa di Polsek Sampuabalo.
(Penulis : Kontributor Baubau, Defriatno Neke | Editor: Khairina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.