Menjalankan tiga spektrum kesabaran tersebut memang berat. Tapi dalam praktiknya yang paling berat adalah menjalankan sabar dalam ketaatan. Di sinilah puncak ujian dari Allah kepada manusia untuk melihat keikhlasan taat beribadah. Jika seseorang lulus dalam bersabar dalam spektrum ini, maka sabar dalam spektrum lainnya dapat dilalui.
Allah Ta’ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ٢٠٠
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imron : 200).
Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan orang-orang mukmin sesuai dengan konsekuensi dan besarnya keimanannya dengan 4 hal, yaitu: shobiru, shoobiru, robithu, dan taqwa kepada Allah.
Shobiru berarti menahan diri dari maksiat. Shoobiruu berarti menahan diri dalam melakukan ketaatan. Roobithu adalah banyak melakukan kebaikan dan mengikutkannya lagi dengan kebaikan. Sedangkan taqwa mencakup semua hal tadi.
Dengan mampu melakukan kesabaran dalam ketaatan berarti seseorang beribadah itu tidak membebani pada dirinya, sekaligus kuat dan teguh dalam meninggalkan maksiat.
Adapun sabar dalam menerima taqdir akan lebih mudah karena di dalam diri seseorang itu sudah tertanam penyerahan total kepada Allah sebagai hambanya. Takdir Allah itu ada dua macam, ada yang menyenangkan dan ada yang terasa pahit.
Untuk takdir Allah yang menyenangkan, maka seseorang hendaknya bersyukur. Syukur adalah wujud buah dari ketaatan.
Sedangkan takdir Allah yang dirasa pahit misalnya seseorang mendapat musibah dalam berbagai bentuk kesusahan akan di nilai sebagai sapaan Allah yang sedang merangkul hambanya.
Jadi, hendaklah seseorang sabar dengan menahan dirinya jangan sampai menampakkan kegelisahan pada lisannya, hatinya, dan tingkah lakunya.
Kelima nabi yang sabar itu adalah Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad yang digelari sebagai ‘ulul azmi’ dapat menjadi suri tauladan dalam bersabar.
Allah SWT berfirman dalam surah Al-Ahqaf ayat 35:
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ اُولُوا الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِلْ لَّهُمْ ۗ كَاَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوْعَدُوْنَۙ لَمْ يَلْبَثُوْٓا اِلَّا سَاعَةً مِّنْ نَّهَارٍ ۗ بَلٰغٌ ۚفَهَلْ يُهْلَكُ اِلَّا الْقَوْمُ الْفٰسِقُوْنَ ٣٥
“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk mereka. Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, mereka merasa seolah-olah mereka tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya menyampaikan. Maka tidak ada yang dibinasakan kecuali kaum yang fasik (tidak taat kepada Allah).” (QS. Al-Ahqaf: 35)
Ramadhan adalah tempat penggemblengan agar kita selalu bersabar, tidak saja urusan tidak makan dari fajar sampai maghrib, lebih dari itu yaitu menyangkut totalitas penghambaan diri kita kepada Allah sebagai wujud dari takwa.
Baca juga: Ramadhan di Kota Serang, Ini 5 Kegiatan yang Boleh dan yang Dilarang
Orang yang sabar pasti banyak bersyukur, memahami makna hidup yang sesungguhnya hanya untuk beribadah, yakin terhadap pilihan Allah adalah yang terbaik, memiliki mental yang kuat, dan akan disenangi sesama manusia karena sifat keramahannya. Kalau sudah demikian, apa kunci kebahagiaan? Satu kata, sabar!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.