Bebantai jadi cara masyarakat untuk senantiasa bersyukur terhadap nikmat dari Allah dan melaksanakan puasa sebulan penuh selama Ramadhan.
Sisi lain dari bebantai, selain memenuhi kebutuhan daging masyarakat, tradisi ini membuat harga daging tidak melonjak di pasaran, bahkan lebih murah.
Penyumbang kerbau dalam tradisi bebantai adalah individu, perkumpulan masyarakat dan pengurus masjid. Pelaksanaan tradisi ini sudah direncanakan dengan baik sejak awal tahun.
Bebantai dilanjutkan dengan makan busamo (makan secara bersama-sama).
Kemudian tradisi beduen (memanjatkan doa menghadapi puasa Ramadhan) dan melepas ayam (kegiatan berzikir dengan tujuan mendapatkan kesehatan dan terhindar dari bala bencana selama puasa Ramadhan).
"Bebantai tradisi yang dilakukan pagi sampai siang hari. Sorenya, masyarakat secara bersama-sama bersih desa dengan membersihkan rumah dan pekarangan, masjid, membersihkan makam keluarga dan lainnya," kata Ikhsan.
Sejarah bebantai
Peneliti sejarah dari Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dedi Arman menjelaskan, nama Kecamatan Pangkalan Jambu adalah Renah Sungai Kunyit.
Disebut demikian karena waktu ditemukan oleh Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Rajo, terdapat banyak bijih emas.
Saat itu, Pangkalan Jambu masih ditutup hutan lebat, termasuk wilayah kekuasaan Depati Muara Langkap yang berkedudukan di Tamiai (Kerinci).
Untuk meramaikan Renah Sungai Kunyit, kedua datuk membuat gelanggang tempat menyabung ayam.
Gelanggang semakin ramai. Untuk mencari modal menyabung, orang-orang yang datang dari berbagai penjuru negeri menambang emas dan bertani.
Pendatang baru banyak yang datang dan menetap. Mereka membuat rumah dan sawah.
Dengan ramainya pendatang yang memiliki perbedaan adat-istiadat, maka dibutuhkan undang-undang yang mengatur masyarakat Renah Sungai Kunyit.
Untuk menemukan undang-undang yang cocok, maka Datuk Putih dan Datuk Mangkuto Marajo bersama utusan Depati Muara Langkap melakukan sidang.