Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lahirnya Tradisi Meugang Aceh Sambut Ramadhan, Saat Sultan Iskandar Muda Ingin Berbagi Rezeki ke Fakir Miskin

Kompas.com - 12/04/2021, 14:24 WIB
Masriadi ,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

ACEH UTARA, KOMPAS.com – Masyarakat Aceh menyambut suka cita bulan Ramadhan yang dimulai besok, Selasa (13/4/2021). Sehari sebelum Ramadhan, masyarakat di ujung Pulau Sumatera itu mengawali tradisi meugang, memakan daging sehari sebelum puasa, Idul Fitri dan Idul Adha.

Tahukah Anda asal mula tradisi ini?

Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Lhokseumawe, Yus Dedi, per telepon, Senin (12/4/2021) menyebutkan, tradisi itu berawal saat Sultan Iskandar Muda memimpin Kerajaan Aceh Darussalam.

Sehari sebelum Ramadhan, Sultan meminta petinggi istana untuk membagikan daging sapi dan kerbau pada rakyat. Utamanya fakir miskin.

Kenduri pun digelar di istana, Sultan bersama seluruh pembesar istana hadir dan santap daging bersama.

“Itu bentuk syukur dan suka cita menyambut Ramadhan. Dulu sampai kini kan begitu, pimpinan bahkan orang yang lebih pendapatannya berbagi daging pada masyarakat kurang mampu,” sebut Yus Dedi.

Baca juga: Mengenal Meugang, Tradisi Unik Jelang Ramadhan, Eratkan Kebersamaan Melalui Daging Sapi 

Bahkan, ketika Belanda menaklukan Aceh dan berhasil menjajah, tradisi meugang tetap dipertahankan hingga kini. Bedanya, meugang bukan dibagi daging oleh Belanda langsung pada rakyat. Namun lewat pimpinan desa yang menjadi sekutu Belanda.

Ucapan Yus Dedi bisa ditemui dalam sejumlah literatur sejarah Aceh. Sejarawan asing sekelas Denys Lombard dalam buku Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda, menyebutkan adanya upacara meugang di Kerajaan Aceh Darussalam.

Bahkan, disebutkan meugang dilanjutkan tradisi ziarah pada makam para sultan yang telah meninggal dunia. Denys menyebut, ada semacam peletakan karangan bunga di atas makam Sultan usai tradisi santap daging bersama di istana.

Baca juga: Siasat Pemerintah Agar Tradisi Meugang di Aceh Tetap Berlangsung

Sejarawan Belanda yang lama menetap di Aceh era penjajahan, C Snouck Hurgronje dalam buku Aceh Di Mata Kolinialis, menyebutkan persiapan masyarakat Aceh jelang puasa bahkan dilakukan selama tiga hari sebelum Ramadhan. Termasuk meugang didalamnya. Tujuannya, agar di hari awal puasa, masyarakat tak perlu berbelanja.

“Bukankah mereka yang berpuasa letih, sehingga perlu persiapan di awal-awal, sehingga tak perlu berbelanja dulu di awal puasa,” tulis Snouck.

 

Tradisi itu pula, membuat permintaan akan daging meningkat drastis dua hari sebelum Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Masyarakat Aceh mengenal istilah meugang kecil dan meugang besar. Meugang kecil dua hari sebelum Ramadhan, meugang besar satu hari sebelum Ramadhan.

“Bedanya masyarakat membeli daging dalam jumlah kecil pada meugang kecil. Karena biasa hanya dikonsumsi untuk keluarga sendiri, tidak dibagi-bagi. Kalau meugang besar biasanya itu dibagikan pada masyarakat lainnya,” kata Yus Dedi.

Hari ini misalnya, di Pasar Kota Lhokseumawe, harga daging sapi mencapai Rp 170.000 per kilogram. Bahkan di Kota Lhoksuon, Aceh Utara, harga daging mencapai Rp 180.000 per kilogram.

Ini pula yang membuat harga daging di Aceh selama meugang termahal di dunia. “Ini tradisi yang baik, walau kita sehari-hari mengonsumsi daging, menjaga tradisi juga penting. Suka cita untuk menyambut Ramadhan,” pungkas salah seorang warga Lhokseumawe, Halida Bahri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com