Hasilnya akan menjadi oleh oleh khas Kaltara yang tentunya akan melambungkan nama provinsi termuda Indonesia yang berada di perbatasan RI–Malaysia ini.
"Saya katakan saat ini kita masih tertatih tatih mewujudkan itu. Kita masih banyak PR, kita butuh SDM handal dan harus memiliki ternak ulat sutra sendiri. Tapi mimpi itu akan coba kita gapai," kata Roy.
Roy mengaku, hasil budi daya ulat sutra belum bisa menjanjikan secara ekonomi.
Pasalnya, yang dikejar sementara ini adalah eksistensi budi daya ulat sutra untuk kain sutra khas Kaltara.
Sementara jika berbicara harga, kepompong atau kokon ulat sutra bisa dijual dengan harga berkisar Rp 25.000 per kg, dan akan menjadi Rp 45.000 saat sudah menjadi benang, lalu menjadi Rp 300.000 sampai Rp1,5 juta ketika menjadi kain, tergantung dari panjang dan lebar kain.
Dukungan KTH Floresta
Semangat Roy untuk impian kain sutra motif khas Kaltara diilhami oleh KTH Floresta Nunukan Barat.
KTH ini sekarang mengelola budi daya ulat sutra. Mereka sudah menanam pohon murbei. Daun murbei merupakan pakan ulat sutra.
Ketua KTH Floresta Laurensius Bati mengatakan, saat ini ada 15 orang yang menekuni budi daya ulat sutra.
Mereka merasa berkewajiban mewujudkan impian Nunukan sebagai andil warga perbatasan untuk kemajuan daerah.
"Kita menerima program pengembangan KTH pada 2018, hanya saja harus kita akui anggota kita belum ada yang bisa fokus. Mereka masih butuh bimbingan dan pendampingan, itu kenapa produksi belum bisa rutin. Tapi kita semua siap untuk mewujudkan mimpi Nunukan memiliki kain sutra sendiri," katanya.
Sejauh ini, budi daya ulat sutra di Nunukan masih bergantung dengan telur ulat yang dikirim dari Wajo. Biasanya dalam sebulan ada 1 boks berisi 25.000 telur ulat sutra.
Begitu menetas, ulat ulat tersebut diberi makan daun murbei selama 21 hari sampai menjadi kepompong/kokon.
Menjaga ulat ulat sutra kecil, ternyata tidak mudah. Hewan cicak atau kadal sering kali masuk ke kandang ulat sutra dan memakannya sampai habis.
Sampai saat ini, budi daya Nunukan baru menghasilkan 1 kain selendang sutra.
Ada beberapa gulung benang sutra yang tersimpan rapi, menunggu jumlah banyak sebelum dipintal menjadi kain dan digambar dengan motif batik khas Kaltara.
"Jadi memang tidak mudah ternyata. Tapi namanya mimpi tidak ada yang begitu saja terjadi. Mudah mudahan sedikit demi sedikit kita bisa menebus kegagalan kita dengan terwujudnya impian kain sutra khas Nunukan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.