KOMPAS.com - Menjelang Ramadhan, masyarakat di Aceh akan ramai-ramai membeli daging sapi, lalu memasaknya, dan kemudian menyantapnya bersama-sama keluarga.
Tak jarang turut diundang pula tetangga, anak yatim, dan fakir miskin untuk bersama-sama menikmati hidangan.
Tradisi unik ini bernama meugang.
Dalam tradisi meugang, tali kebersamaan akan dipererat.
Hal ini pernah diuraikan oleh Marzuki Abubakar dalam penelitiannya, Tradisi Meugang dalam Masyarakat Aceh: Sebuah Tafsir Agama dalam Budaya.
Dia menulis, meugang menjadi momen penting bagi keluarga.
Biasanya, saat meugang berlangsung, anak maupun kerabat yang merantau atau tinggal di tempat jauh, akan pulang untuk merayakannya.
Baca juga: Siasat Pemerintah Agar Tradisi Meugang di Aceh Tetap Berlangsung
Daging-daging yang didapat bakal dimasak menjadi menu-menu beraneka rupa. Marzuki menuturkan, tiap daerah mempunyai ciri khas tersendiri dalam mengolah daging.
Di Kabupaten Aceh Besar, masyarakat biasanya menyajikan asam keueung. Bumbu asam keueung menyerupai masakan daging cincang padang.
Hanya saja, rasa menu ini asam karena diberi cuka atau jeruk purut.
Lain lagi dengan Kabupaten Pidie. Masyarakat di sana akan memasak kari.
Mereka kerap menghidangkannya bersama leumang, yakni penganan dari beras ketan yang dicampur santan.
Proses memasaknya dikenal dengan touet lemang (bakar lemang), yang biasanya turut melibatkan saudara atau tetangga dekat.
Sedangkan warga di Kabupaten Aceh Selatan kerap membuat gulai merah. Dari namanya sudah terlihat kalau makanan ini mempunyai rasa pedas.
Baca juga: Demi Rayakan Hari Meugang Sambut Ramadhan, Daging Mahal Tetap Dibeli