Saat ini, pihaknya tengah mengurus hak paten yang ke depan bisa diproduksi massal dan dikomersialkan.
Bahan ini tidak hanya bisa dipakai untuk batu candi tapi juga batu-batu alam yang banyak dimanfaatkan masyarakat untuk bangunan dan lainnya.
Sementara itu, Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, berkesempatan ikut menyemprot minyak atsiri di Candi Borobudur.
Hilmar berujar, penggunaan dengan minyak ini fungsinya untuk pelestarian, melindungi candi dari lumut dan lumut kerak yang memang banyak tumbuh di Candi Borobudur.
Penggunaan cairan ini adalah salah satu inovasi penting dari para ahli Balai Konservasi Borobudur, yang ke depan bisa mendunia.
Penggunaan bahan organik dipercaya lebih aman dan ramah lingkungan.
“Dari segi harga lebih hemat. Minyak atsiri ini tidak tumbuh di laboratorium, tumbuhnya di masyarakat. Jadi kalau misalnya kita harus keluar biaya untuk itu, nanti yang merasakan masyarakat," tutur Hilmar.
Kata Hilmar, ke depan minyak ini juga akan digunakan membersihkan batu-batu candi baik yang dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) maupun lainnya.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan bisa digunakan di situs-situs di luar negeri.
"Ini jadi inovasi yang kita ekspor, bukan mencari duitnya, tapi ini justru untuk memperlihatkan bahwa Candi Borobudur lahir begitu banyak inovasi. Dari lokal untuk internasional,” ujar Hilmar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.