BANDUNG, KOMPAS.com - Organisasi Angkutan Darat (Organda) Jawa Barat meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan larangan mudik Lebaran tahun 2021.
Ketua DPD Organda Jabar Dida Suprinda mengatakan, larangan tersebut memberatkan pelaku usaha transportasi.
Apalagi, selama pandemi ini pengusaha transportasi sangat terdampak.
"Sekarang awak angkutan sudah sangat menjerit, karena kami harus bekerja dengan cara digilir. Sekarang jalan, besok tidak," kata Dida dalam diskusi Larangan Mudik yang digelar Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB) di Bandung, Kamis (8/4/2021).
Baca juga: Ridwan Kamil: Perizinan Tempat Ibadah Harus Dipermudah
Dida mengungkapkan, para pengusaha berharap mendapat keuntungan dari angkutan Lebaran tahun ini.
Apalagi, saat ini banyak sektor melakukan relaksasi pasca pembatasan yang dilakukan dalam setahun terakhir.
Mayoritas mulai melakukan aktivitas ekonomi dengan menerapkan protokol kesehatan.
Untuk itu, para pengusaha transportasi sudah menyiapkan kendaraan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
"Tapi kenapa mudik masih dilarang? Padahal mudik adalah falsafah masyarakat Indonesia satu tahun sekali. Bagi kami para pengusaha angkutan, Lebaran juga menjadi harapan," kata dia.
Baca juga: Ibu yang Bunuh Diri Bersama 2 Balita Tinggalkan Surat Wasiat, Ini Isinya
Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah pusat meninjau ulang aturan itu.
Ia mengusulkan, pelaksanaan mudik dengan menerapkan prokes yang ketat.
"Pandemi sudah agak mencair. Mal sudah dibuka, hajatan Atta Halilintar juga dibuka, kenapa yang menyangkut hidup orang banyak dilarang?" ucap dia.
Menurut Dida, banyak perusahaan otobus yang terancam bangkrut.
Sementara itu, Manajer Keuangan PT KAI Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung, Erwin mengatakan, pandemi menjadi pukulan telak bagi Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) tersebut.
"Tahun 2020, penurunan jumlah penumpang sangat tajam. Kerugian korporasi selama pandemi mencapai Rp 1,75 triliun," ujar Erwin yang juga menjadi pembicara dalam diskusi.
Memasuki 2021, pendapatan PT KAI memperlihatkan peningkatan dibanding 2020.
Pada Maret 2021, pendapatannya sebesar Rp 322 juta per hari.
Memasuki April 2021 mencapai Rp 600 juta per hari.
"Namun dibanding kondisi normal masih jauh. Rata-rata kondisi normal kita Rp 2,5 miliar per hari," ucap dia.
Baca juga: Mudik Dilarang, Pengusaha Bus: Kami Bisa Tidak Ber-Lebaran
Salah satu yang menggenjot pendapatan adalah GeNose C-19.
Pengguna alat tes Covid-19 itu meningkat setiap bulan.
GeNose C-19 digunakan sebagai syarat bagi calon penumpang kereta api jarak jauh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.