SAMARINDA, KOMPAS.com – Tragedi tumpahan minyak dan kebakaran di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, sudah tiga tahun berlalu sejak 31 Maret 2018.
Peristiwa itu dipicu pipa bawah laut milik PT Pertamina (Persero) bergeser hingga patah karena tarikan jangkar Kapal MV Ever Judger bermuatan 74.000 ton batu bara yang melintas di areal itu.
Jangkar kapal dengan bobot 82.000 ton itu, menyeret pipa hingga bergeser 120 meter dari titik awal. Seketika tumpahan minyak memenuhi lautan.
Baca juga: Api Tangki Minyak Balongan Kembali Membesar Kamis Malam, Ada Bunyi Ledakan 2 Kali
Sebab, pipa itu sedang ada aliri minyak mentah yang dipompa dari Terminal lawe-lawe, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) menuju Kilang Balikpapan.
Total minyak yang tumpah pada kejadian itu ditaksir mencapai 40.000 barrel dengan areal lautan yang tercemar sekitar 7.000 hektar dari panjang pantai di sisi Balikpapan dan PPU sekitar 60 kilometer, menurut laporan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sementara hasil analisis citra satelit oleh Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) pada 1 April 2018, luasan lautan yang tercemar mencapai 12.987,2 hektar.
Peristiwa itu menewaskan lima orang, terdiri dari ABK Kapal MV Ever Judger karena tersambar api.
Baca juga: Pasca-ledakan Kilang Minyak Balongan, Brimob Dikerahkan Jaga Rumah Pengungsi
Selain ABK, ada juga nelayan yang memancing diduga terjebak saat api membesar dan tak bisa menyelematkan diri.
Dampak pascakejadian, nelayan yang berada di pesisir Balikpapan dan PPU tak bisa melaut.
Seekor pesut juga ditemukan mati tubuh berlumur minyak.
Polda Kaltim menetapkan dua tersangka atas peristiwa tersebut yakni nahkoda Kapal MV Ever Judger dan petugas kontrol pipa PT Pertamina di area Teluk Balikpapan. Keduanya dianggap lalai saat menjalankan tugas.
Gugatan warga sipil
Satu bulan setelah kejadian, Koalisi Masyarakat Peduli Tumpahan Minyak (Kompak) mengajukan gugatan warga sipil (citizen lawsuit) di Pengadilan Negeri Balikappan.
Gugatan itu ditujukan ke Gubernur Kaltim, Wali Kota Balikpapan, Bupati PPU, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Perhubungan dan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP).
Enam tergugat itu, menurut Kompak, lalai dalam melaksanakan kewajiban hukumnya dan bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.