Sedangkan Bahtiar dan warga lain masih bertahan di lokasi pengungsian mengingat ketinggian air di rumah mereka masih cukup tinggi.
Bahtiar mengku sudah lima hari menempati pengungsian di masjid dekat rumahnya bersama 5 kepala keluarga lain.
"Ini sudah lima hari kami bermalam di masjid. Kami tidak tahu sampai kapan bertahan di sini, karena rumah masih terendam meski banjir perlahan berangsur surut," ucap Bahtiar.
Salah satu faktor yang membuat banjir tak kunjung surut total, kata dia, karena curah hujan di sekitar kawasan bendungan Pela Parado masih tinggi.
Sehingga, volume air yang masuk dari hulu sungai ke Kecamatan Woha dan sekitarnya saat ini masih tinggi.
"Banjir ini akan surut tergantung dari sungai. Kalau debit air sungai naik, ya air di kampung juga ikut naik. Satu-satunya harapan kami, ya cuaca segera membaik agar banjir ini segera surut," tutur dia.
Warga setempat berharap pemerintah segera mencarikan solusi agar sungai yang melintasi kawasan setempat tak lagi membanjiri desanya.
Pemkab Bima sendiri mulai menyalurkan bantuan untuk warga yang terdampak bencana banjir bandang. Namun, bantuan kepada para korban banjir belum menyeluruh.
Baca juga: Kunjungi Korban Banjir di Bima, Mensos Risma Ajak Masyarakat Menjaga Lingkungan
Abubakar, salah satu pengungsi mengungkapkan, warga di sekitar lokasi banyak belum mendapat bantuan makanan sama sekali dari pemerintah terkait.
Padahal, saat ini kondisi mereka sangat menghawatirkan. Sementara stok makanan sudah menipis.
"Bantuan pemerintah belum ada, cuman bantuan makanan alakadar dari relawan aja. Kebanyakan bantuan datang dari Kota Bima," kata Abubakar.
Sementara itu, Sekretaris Camat Woha, Amiruddin mengungkapkan, banjir yang turut menerjang wilayah Kecamatan Woha beberapa hari lalu sempat membuat warga mengungsi.
"Untuk Desa Naru sendiri, ada sekitar 600 jiwa yang terdampak banjir. Bahkan, mereka sampai saat ini masih mengungsi karena air belum surut. Ada yang mengungsi di masjid dan juga di rumah-rumah kerabat yang tidak terdampak," kata Amiruddin.