KOMPAS.com - Dunia sastra Indonesia berduka. Penyair kondang Umbu Landu Paranggi (78) berpulang ke Sang Khalik pada Selasa (6/4/2021) di Rumah Sakit Bali Mandara (RSBM) Denpasar, pukul 03.55 WITA.
Kabar duka tersebut membuat sastrawan Warih Wisatsana teringat akan pesan mendalam dari almarhum.
“Umbu mengatakan pergilah ke tempat jelata, pasar tradisional, di sana mendalami pengalaman,” kenangnya, seperti dilansir dari Tribunnews, Selasa (6/4/).
Baca juga: Cerita Nasabah di Cianjur Kehilangan Rp 51,4 Juta di Rekening, Tiba-tiba Terima Notifikasi Penarikan
Di mata Warih, Umbu yang dikenal dengan nama "Presiden Malioboro", merupakan sosko penyair yang mampu mengajak warga menghayati makna kehidupan melalui karyanya.
“Bukan hanya dalam puisi, Umbu mengajak seseorang untuk menghayati kehidupan. Saat hujan beliau mengajak kita, ayo basah-basahan agar kuyup hidupmu, sehingga kamu bisa memiliki daya haru terhadap suatu momentum,” kata Warih.
Warih mengaku, dirinya mengenal Umbu pada tahun 1984. Saat itu, kata Warih, dirinya masih menjadi seorang wartawan muda.
Baca juga: 62.345 Orang Keluar Masuk Bali via Bandara I Gusti Ngurah Rai Selama Libur Paskah
Sementara itu, dari keterangan pihak RSBM Denpasar, Umbu meninggal dunia usai menjalani perawatan di intensive care unit.
"Meninggalnya positif Covid-19, dua hari belakangan (dirawat) di ICU," kata Mahendra.
Penanganan jenazah dari tim medis dilakukan dengan protokol kesehatan Covid-19.
Seperti diketahui, Umbu merupakan sastrawan senior yang lahir di Sumba Timur 10 Agustus 1943.
Sebagai penyair senior, sejumlah nama sastrawan muda sempat berguru kepadanya, antara lain Emha Ainun Nadjib, Eko Tunas, Linus Suryadi AG, Iman Budhi Santoso.
Selain itu, Umbu juga pernah dipercaya mengasuh rubrik puisi dan sastra di Pelopor Yogya, dan rubrik Apresiasi di Bali Post.
Baca juga: Presiden Malioboro Umbu Landu Paranggi Berpulang, Sempat Dirawat di ICU karena Positif Covid-19
Di laman Caknun.com, Emha menceritakan, Umbu dan dirinya hampir setiap malam berjalan kaki menempuh sekitar 15 hingga 20 kilometer jalanan Yogyakarta.
"Umbu mengajak saya 'mlaku' bukan 'mlaku-mlaku'. Yang satu mendalami, lainnya menerobos. Yang satu merenungi, lainnya memenggal," tulis Cak Nun.
Saat ini, sastrawan yang pernah mengenyam pendidikan di SMA Bopkri Yogyakarta dan meraih gelar sarjana dari Universitas Gajah Mada (UGM) dan Universitas Janabadra Yogyakarta, telah berpulang.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.