KOMPAS.com - Jejak arkeologis peninggalan Kerajaan Majapahit banyak dijumpai di daerah Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Menurut Wicaksono Dwi Nugroho, arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, berbagai benda purbakala yang banyak ditemukan di kawasan Cagar Budaya Nasional Trowulan, membuktikan keberadaan dan eksistensi Kerajaan Majapahit di masa lampau.
Baca juga: Berdiri pada Abad Ke-13, Ini Sejarah Kerajaan Majapahit dan Pendirinya
Majapahit bukan sekedar mitos ataupun dongeng. Jejak arkeologis membuktikan bahwa Majapahit pernah ada di wilayah nusantara, tumbuh sebagai negara besar dan maju, serta mampu membangun peradaban.
Baca juga: Mengapa Arkeolog Yakin Situs Kumitir merupakan Istana Menantu Pendiri Kerajaan Majapahit?
"Berdasarkan bukti arkeologis, Majapahit memang ada, bahkan bukan sekedar pernah ada. Majapahit merupakan negara besar dan memiliki peradaban maju," kata Wicaksono kepada Kompas.com, belum lama ini.
Baca juga: Tribuwana Tunggadewi, Pembuka Jalan Majapahit Menuju Puncak Kejayaan
Berbagai catatan sejarah mengungkapkan, Kerajaan Majapahit berdiri pada akhir akhir abad ke-13, memasuki puncak kejayaan pada abad ke-14, dan diperkirakan runtuh pada abad ke-16.
Baca juga: Sejarah Hidup Gajah Mada dan Perjuangannya
Raja pertama Majapahit adalah Raden Wijaya, bergelar Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana. Pendiri Kerajaan Majapahit itu memerintah pada 1293 masehi hingga 1309 masehi.
Puncak kejayaan Majapahit terjadi saat kerajaan itu dipimpin Hayam Wuruk, cucu dari Raden Wijaya. Dia memerintah pada 1350 masehi hingga 1389 masehi, didampingi Patih Gajah Mada.
Namun, sebelum Majapahit mencapai puncak kejayaan, berbagai gejolak melanda kerajaan itu saat awal berdiri. Raden Wijaya di awal dia memimpin Majapahit, mengalami beberapa kali peristiwa pemberontakan.
Dikutip dari buku "Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit", karya Prof Dr Slamet Muljana (2005), peristiwa pemberontakan pertama di Kerajaan Majapahit dilakukan oleh Rangga Lawe.
Putra Wiraraja itu memberontak karena tidak puas dengan keputusan Raden Wijaya dalam mengangkat pejabat kerajaan.
Pada awal memimpin Majapahit, Raden Wijaya mengangkat Nambi sebagai patih amangku bumi di Kerajaan Majapahit.
Menurut Rangga Lawe, peran dan jasa Nambi saat peperangan untuk mendirikan Kerajaan Majapahit, tidak sebanding dengan jabatan tinggi sebagai patih amangku bumi.
"Lawe agak kecewa bahwa yang menjadi patih amangku bumi di Kerajaan Majapahit bukannya Lembu Sora atau ia sendiri, tetapi Nambi," tulis Slamet dalam bukunya.
Peristiwa pemberontakan Rangga Lawe tidak disebut dalam Negerakretagama. Dalam pararaton hanya disinggung saja dan diberi tarikh tahun saka Kuda Bhumi Paksaning Wong:1217 atau tahun masehi 1295.
Pemberontakan di awal Majapahit berikutnya terjadi pada tahun saka 1222 atau tahun masehi 1300.