Untuk menambal pendapatan yang merosot dari penjualan 'petik anggur' karena pandemi, Iwin menjual bibit anggur.
Setiap bibit anggur dibanderol Rp100.000-Rp 300.000 per batang. Peminat bibit anggur, cukup tinggi. Bahkan Iwin tidak hanya menjual di tingkal lokal, melainkan ke Jambi dan Malaysia.
Untuk bibit yang dijual usia 3,5 bulan sampai 7 bulan. Dengan harga mulai dari Rp 250.000-750.000 per batang.
"Saya jual murah saja. Di tempat lain itu bisa Rp 1,5 juta. Saya mau berbagi kepada petani baru, yang mau menanam anggur," terang Iwin.
Dalam sekali penyemaian benih, Iwin menanam 500 bibit. Semua dijual bertahap setiap hari. Pendapatan rata-rata Iwin dari menjual bibit dan media tanaman mencapai Rp 3 juta-Rp 5 juta sebulan.
Tetapi saat ikut pameran kopi di Jambi, dalam dua hari Iwin pernah mengantongi uang Rp13 juta dari penjualan bibit.
Kemanisan budidaya anggur Iwin sempat ambruk, sekitar dua tahun lalu. Waktu itu, adiknya mengalami kecelakaan dan membutuhkan dana Rp 40 juta.
Untuk menambal kebutuhan itu, selain menjual motor, Iwin juga menjual dan melelang seluruh bibitnya.
Sekarang Iwin terus merangkak untuk memperbaiki usahanya dengan mengakses keuangan perbankan.
Pinjaman modal perlahan membuat usahanya semakin membaik dan terus bertahan meskipun di masa pandemi.
Kendalanya, Iwin tidak memiliki cukup modal, untuk mengembangkan bibit di lahan khusus (green house) yang taksiran biayanya lebih dari Rp 20 juta.
Selain itu, butuh dana untuk teknologi perawatan, agar penyiraman dilakukan maksimal melalui paralon, agar lebih hemat air dan ramah lingkungan.
Begitu juga dengan pemupukan, harus terintegrasi dengan instalasi penyiraman. Apabila pada ranah perawatan sudah menggunakan teknologi, tentu Iwin bisa fokus untuk melakukan pemasaran produk yang dihasilkan.
"Pemerintah sudah datang, tetapi belum memberikan bantuan modal. Padahal saya butuh tambahan modal, untuk mengembangkan produksi dan kualitas bibit melalui peningkatan teknologi pertanian," kata Iwin mengeluh.
Untuk mengembangkan bibit anggur agar berbuah dengan kualitas tinggi, Iwin yang memulai usaha budidaya anggur sejak 2001, sudah kehilangan tiga motor kesayaangnnya.
Iwin memang belum memiliki karyawan, tetapi sudah mempekerjakan 5-10 orang rekannya secara freelance, untuk membantunya dalam melakukan perawatan seperti penyiraman dan pemupukan.
"Kalau usaha saya berkembang, ada banyak keuntungan, selain menyerap tenaga kerja juga membuat wisawatan banyak berkunjung dan lahan semakin produktif," kata Iwin.