Usai atap GPIB Immanuel mengalami perubahan, masyarakat banyak yang menyebutnya sebagai Gereja Blenduk.
Dalam bahasa Jawa, “mblenduk” artinya “menonjol” atau “menggelembung”.
Gereja Blenduk dibangun dengan gaya Neo Klasik.
Jika dilihat sekilas, memang terlihat mirip dengan bangunan-bangunan gereja di Eropa pada abad 17-18 yang menggunakan kubah sebagai penutup atap.
Gereja ini memiliki bentuk dasar segi delapan.
Yang unik, jika dilihat dari atas, denah gereja berwujud seperti salib Yunani dengan ruang kebaktian sebagai titik sentral.
Dikutip dari kebudayaan.kemendikbud.go.id, ditempatkannya ruang ibadah di tengah, erat kaitannya dengan simbolisasi Kristus yang disalibkan.
Baca juga: Tradisi Nyadran Jelang Ramadan, Saling Berbagi Sambil Merawat Silaturahmi
Mengutip Indonesia.go.id, tak hanya bangunannya saja yang unik, beberapa benda maupun ornamen di Gereja Blenduk ini memiliki kekhasan.
Salah satunya adalah adanya orgel setinggi enam meter yang berusia lebih dari 200 tahun.
Tempat duduk jemaat di Gereja Blenduk juga berbeda dari lainnya. Tempat duduknya berupa kursi tunggal berbahan kayu jati dengan sandaran punggung dan dudukan dari anyaman rotan.
Baca juga: Menilik Desa Trunyan, Harumnya Pohon Taru Menyan di Antara Jenazah yang Tak Dikuburkan
Nuansa lawas juga bisa ditemui pada ventilasi berupa jendela-jendela lengkung model Romawi kuno.
Jendela berbahan kaca patri itu mempunyai gaya gotik. Jendela-jendela tersebut tidak bisa dibuka-tutup.
Kini, GPIB Immanuel atau yang disebut juga dengan Gereja Blenduk telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.