GARUT, KOMPAS. com – Batik Garutan jadi salah satu batik khas yang ada di Garut. Batik Garutan memiliki ciri khas sendiri dibanding batik-batik lain yang ada di Indonesia berupa warna dasar kain yang biasanya berwarna gading tulang.
Selain itu, ada tiga warna dominan yang selalu muncul dalam berbagai corak Batik Garutan yaitu ungu, biru dan cokelat.
Agus Sugiarto (53), perajin yang menjadi generasi kedua perajin Batik Garutan mengungkapkan, dengan warna dan kain yang khas, Batik Garutan memiliki ratusan corak. Namun, saat ini yang sering dibuat hanya puluhan.
“Ada 200 lebih corak Batik Garutan, tapi yang sering dibuat hanya sekitar 40 corak, mengikuti selera pasar saja,” katanya saat ditemui di gerai batik SHD miliknya, di bilangan Jalan Pembangunan, Tarogong Kidul, Senin (29/03/2021).
Baca juga: Sejarah dan Ragam Motif Batik Jawa Barat, dari Cirebonan hingga Iron Man
Corak-corak Batik Garutan ini, menurut Agus, merupakan warisan turun temurun, karena sampai saat ini belum ada perajin Batik Garutan yang mampu membuat corak batik sendiri. Sebab, tiap corak memiliki nilai filosofis tersendiri.
“Sampai sekarang belum ada yang bisa membuat corak baru, karena tiap corak ada nilai filosofisnya, biasanya sesuai dengan kondisi Garut,” jelas Agus.
Agus mencontohkan, untuk corak kumeli (kentang), corak ini menggambarkan salah satu potensi pertanian di Garut dan kehidupan para petaninya. Nilai-nilai filosofis corak inilah yang membuat pembuatan corak baru sulit. Apalagi, Agus sendiri merasa amanah dari orangtuanya yang juga perajin batik menyebutkan bahwa ia harus menggunakan corak-corak yang sudah ada.
Agus menuturkan, karena begitu banyak corak yang ada di Batik Garutan, setiap perajin saat ini memiliki corak yang jadi khas mereka masing-masing. Agus sendiri saat ini memiliki sedikitnya 40 corak yang menadi ciri khas Batik Garutan buatannya.
“Jadi kalau ada permintaan corak yang tidak ada di kita, kita bisa minta ke perajin lain. Karena proses pembuatan batik tulis memang tidak sebentar,” katanya.
Meski memiliki banyak corak, sepengetahuan Agus, sampai saat ini belum ada satu corak pun yang sudah dihakpatenkan. Soal hak paten corak Batik Garutan ini sebenarnya sudah pernah dicoba oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Namun, sampai saat ini realisasinya belum terwujud.
“Ya, kita ingin corak Batik Garutan ini dihakpatenkan agar jangan ditiru dan diaku jadi corak batik daerah lain atau negara lain,” katanya.
Selain soal hak paten, menurut Agus, perajin batik tulis dan cap saat ini sebenarnya sudah cukup kesulitan menghadapi serangan produk batik print pabrikan. Padahal, yang ditetapkan oleh Unesco sebagai warisan budaya dunia adalah batik tulis dan cap, bukan batik print.
“Beda atuh batik tulis, cap dan print, yang ditetapkan Unesco itu batik tulis dan cap, kalau batik print mah pabrikan, bukan kerajinan,” katanya.
Agus menuturkan, untuk membuat satu lembar kain batik tulis, perlu proses yang panjang. Namun, batik tulis biasanya memiliki kekhasan dan kualitas yang tentunya berbeda dengan batik print buatan pabrik. Karena itu, harganya pun jauh beda.