KOMPAS.com - Pelaku pengeboman bunuh diri berinisial L dikenal sosok pendiam oleh warga di Jalan Tinumbu I Lorong 132, Kelurahan Bunga Ejaya, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Menurut para tetangga, sikap L berubah sejak yang bersangkutan berhenti kuliah.
"Berubah, dia sering pulang malam, terus sudah tidak mau bergaul sama warga di sini. Dulu memang pendiam, tapi masih mau kumpul," kata Hamka, Ketua RW 1 Kelurahan Bunga Ejaya, dilansir dari Tribunnews.
Perubahan sikap itu, menurut Hamka, semakin kentara ketika L menikah. Warga saat itu tak tahu kapan L melangsungkan pernikahan.
"Tiba-tiba menikah, tidak tahu orang mana itu (istrinya), kami tidak tahu karena tidak menikah lewat pemerintah atau menikah siri," katanya.
Baca juga: Pascabom Makassar, Ganjar Imbau Masyarakat Tak Perlu Takut Beribadah Paskah
Setelah menikah, kata Hamka, sikap L bertambah keras. Bahkan, L sering menegur ibunya sendiri jika melakukan ritual adat seperti barzanji.
"Dia selalu tegur orang tuanya kalau barzanji, katanya bid'ah, tidak boleh. Bahkan Lukman ini tidak mau makan ayam atau sapi kalau bukan dia sendiri yang potong," tuturnya.
Diduga karena terus berselisih paham, menurut Hamka, L dan istrinya memilih pindah rumah.
"Sudah pindah di lorong sebelah, yang tadi digerebek itu, bahkan didapat ada 5 peluru," terang Hamka.
Baca juga: Beredar Surat Wasiat Pelaku Bom Bunuh Diri di Secarik Kertas, Ini Kata Polisi
Warga tak menyangka L menjadi pelaku pengeboman bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021).
Selama ini, menurut Hamka, L hanya aktif dalam pengajian.
"Tidak ada yang menyangka, kami kira cuma ikut pengajian-pengajian saja. Ternyata pas ada berita bilang kalau dia warga sini, inisial L, di situ kami langsung tahu kalau itu Lukman sama istrinya," katanya.
Baca juga: Kisah Korban Selamat Bom Bunuh Diri di Gereja Katedral Makassar, Motor Sampai Oleng karena Ledakan