Dari situ Nur semakin yakin dan segera menjemput Mbah Sim ke Probolinggo.
Nur mengurus dokumen penjemputan Mbah Sim.
Dibantu sanak saudaranya, perangkat Desa Donomulyo, dan Dinas Sosial Kabupaten Magelang, Nur berangkat ke Probolinggo.
Nur yang juga Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Secang itu terharu, sebab di rumah relawan itu Mbah Sim dijaga betul.
Bahkan, kepulangan Mbah Sim diantar oleh TKSK setempat, dan relawan yang peduli dengan orang-orang terlantar.
Menurut relawan yang menemukannya, kata Nur, Mbah Sim ini Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang berbeda dengan ODGJ lain yang pernah diurusnya. Setiap bergumam, ia melafalkan ayat-ayat Al Qur'an.
Nurkhayati ingat betul, Mbah Sim dahulu memang sosok yang rajin mengaji di sebuah majelis penghafal Al Qur'an di desanya.
Baca juga: Vaksinasi Tahap Dua Dosis Kedua Sudah Dilakukan ke 63.151 Orang di Surabaya
Mbah muda pun memiliki cita-cita untuk belajar ke Pondok Pesantren Gontor di Jawa Timur. Tapi cita-citanya kandas karena alasan ekonomi orangtuanya.
Keluarga menduga Mbah Sim depresi karena alasan tersebut.
"Mbah Sim sangat ingin belajar ke Ponpes Gontor, tapi karena orangtua tidak punya uang, jadi tidak bisa. Mbah Sim jadi seperti depresi, sukanya jalan kaki pergi tanpa tujuan, tapi pasti pulang lagi. Kalau lagi diam dia pasti bergumam ngaji ayat-ayat Al Qur'an," ungkap Nur.
Hingga pada suatu hari, lanjut Nur, Mbah Sim yang belum mempunyai istri itu pergi dan tidak pulang. Keluarga panik.
Mereka mencari-cari keberadaan Mbah Sim. Mereka juga sudah lapor polisi.
"Kami cari Mbah Sim ke mana-mana. Setiap ada informasi ada korban kecelakaan yang meninggal dunia tanpa identitas (Mr.X) kami cek, selalu bukan Mbah Sim yang kami cari," tuturnya.
Tidak menyerah, keluarga juga menggelar doa bersama 7 hari, berharap kakek itu pulang. Tapi upaya mereka tidak membuahkan hasil.
Sampai akhirnya keluarga dengan ikhlas menyatakan kalau Mbah Sim sudah meninggal dunia.