Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temuan Arkeolog Ungkap Gunungkidul Sudah Dihuni Manusia sejak Masa Prasejarah

Kompas.com - 27/03/2021, 07:00 WIB
Markus Yuwono,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan salah satu daerah yang punya jejak sejarah panjang, bahkan hingga ke masa prasejarah.

Buktinya, beberapa tahun terakhir ditemukan jejak manusia di Goa Braholo dan Song Gilap.

Selain itu, juga ditemukan bukti peradaban masa lalu yang sudah tinggal di Gunungkidul.

Baca juga: Situs Prasejarah Maros Pangkep, Ada Gambar Cadas Theriantropik Tertua di Dunia

Kepala Bidang Warisan Budaya, Kundha Kabudayan atau Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul, Agus Mantara mengatakan, dua goa yakni Goa Braholo di Padukuhan Ploso, Kalurahan Semugih, Kapanewon Rongkop; dan Song Pedang, Padukuhan Karang, Kalurahan Girikarto, Kapanewon Panggang, dalam beberapa tahun terakhir diteliti oleh Balai Arkeologi Yogyakarta.

"Goa yang sudah diteliti Goa Braholo, nanti konsepnya tanah di sekitar akan dibeli dimungkinkan untuk menjadi cagar budaya tingkat Nasional," kata Agus saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (26/3/2021).

Pekerja yang direkrut dari warga sekitar melakukan pembersihan tulang yang ditemukan saat ekskavasi di Gua Braholo, Gunungkidul, Yogyakarta, Kamis (26/10/2017). Dalam ekskavasi yang dilakukan 9 Oktober hingga 2 November mendatang ini akan dilakukan pengkajian terkait temuan benda purbakala di Gua Braholo.KOMPAS.com/MARKUS YUWONO Pekerja yang direkrut dari warga sekitar melakukan pembersihan tulang yang ditemukan saat ekskavasi di Gua Braholo, Gunungkidul, Yogyakarta, Kamis (26/10/2017). Dalam ekskavasi yang dilakukan 9 Oktober hingga 2 November mendatang ini akan dilakukan pengkajian terkait temuan benda purbakala di Gua Braholo.

Goa Braholo terletak di perbukitan karst di tengah perkampungan. 

Situs itu menghadap barat daya dengan ketinggian 357 meter di atas permukaan laut. Lantai goa mempunyai ketinggian 352 meter di atas permukaan laut.

Baca juga: Melihat Situs Manusia Prasejarah di Gunungkidul

Kondisi lantai goa kering dengan langit-langit yang cukup tinggi, mencapai 15 meter.

Lebar ruangan goa sekitar 39 meter dengan panjang 30 meter. Secara keseluruhan, luasnya mencapai 1.172 meter.

"Dari penelitian artefak yang ditemukan di Goa Braholo berupa alat batu, alat dari tulang, tulang fauna besar, hingga cangkang moluska untuk perhiasan," kata Agus mengutip data.

"Pernah ditemukan delapan individu atau kerangka manusia sebagian besar bercirikan ras Australo Melanesoid," kata Agus.

Lubang ekskavasi atau penggalian yang sudah dilakukan sejak tahun 1995 sampai saat ini di Gua Braholo, Gunungkidul, Yogyakarta, Kamis (26/10/2017). Dalam ekskavasi yang dilakukan 9 Oktober hingga 2 November mendatang ini akan dilakukan pengkajian terkait temuan benda purbakala di Gua Braholo.KOMPAS.com/MARKUS YUWONO Lubang ekskavasi atau penggalian yang sudah dilakukan sejak tahun 1995 sampai saat ini di Gua Braholo, Gunungkidul, Yogyakarta, Kamis (26/10/2017). Dalam ekskavasi yang dilakukan 9 Oktober hingga 2 November mendatang ini akan dilakukan pengkajian terkait temuan benda purbakala di Gua Braholo.
Dari papan informasi di Goa Braholo diketahui ekskavasi dilakukan pada 1995 dipimpin oleh  Truman Simanjuntak dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Selama penelitian berlangsung, digali 14 kotak ekskavasi dengan temuan berbagai tembikar sisa biji-bijian, yang sebagian di antaranya terbakar hingga sisa fauna yang melimpah.

Penggalian bervariasi mulai 3-7 meter. Ekskavasi dihentikan karena terhalang blog gamping.

Pada kedalaman paling bawah masih ditemukan fosil. Ditemukan beberapa tulang manusia tiga di antaranya masih utuh, sisanya berupa fragmen.

Baca juga: Kampung Pitu, Desa di Gunungkidul yang Hanya Dihuni 7 Keluarga

Peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Thomas Sutikna, pada 24 Oktober 2017 menyampaikan, pola kehidupan manusia kala itu sudah berkelompok dan berpindah belum menetap.

Mereka akan mencari goa baru untuk tempat tinggal.

"Goa Braholo unik karena ditemukan jejak peninggalan dari yang tua hingga muda. Paling muda zaman Neolitikum atau sudah mengenal gerabah 2000 sampai 2500 tahun yang lalu, kapak batu, yang sudah dipoles," ucap Thomas yang juga Peneliti dari Centre for Archaeological Science, University of Wollongong, Australia.

Manusia kala itu, memburu hewan untuk dimakan. Hal itu diketahui dari penemuan tulang hewan.

Dari awal penggalian semakin ke dalam semakin besar, lapisan atas monyet ekor panjang, babi, luwak atau musang, lingsang, tikus besar dan kecil, anjing tua, rusa sampai umur 3.000 tahun.

Baca juga: Ini Temuan Arkeologi di Indonesia dalam Satu Dekade Terakhir

Untuk penemuan kerang, manusia saat itu sudah mencari kerang di laut. Lalu mereka membuat manik-manik untuk hiasan dari kulit kerang.

"Semakin dalam 13.000 tahun ke bawah binatangnya semakin membesar seperti sapi, kerbau, badak, gajah asia hanya ditemukan giginya (di kedalaman 7 meter) usianya diperkirakan 33.000 tahun. Usia paling tua 25-33.000 tahun lalu, namun belum ditemukan mengenai manusianya, untuk manusia baru ditemukan di lapisan bagian tengah atau sekitar 7.000 (Sebelum Masehi)," ucap Thomas.

Song Pedang di Kapanewon Panggang, GunungkidulKOMPAS.COM/MARKUS YUWONO Song Pedang di Kapanewon Panggang, Gunungkidul
Song Pedang

Agus Mantara mengatakan beberapa waktu lalu untuk situs Song Pedang sedang diteliti oleh Balai Arkeologi Yogyakarta.

Namun penelitiannya masih tahap awal, sehingga kawasan tersebut belum masuk masuk cagar budaya.

"Ke depan akan kita kaji untuk masuk cagar budaya menunggu daftar antrean," kata Agus.

Baca juga: Balai Arkeologi Yogya Gelar Ekskavasi Cari Jejak Kerajaan Ngurawan di Dusun Ngrawan

Diperkirakan Song Pedang hunian itu dihuni ribuan tahun sebelum masehi.

"Hunian zaman prasejarah, Sampelnya masih dianalisis belum diketahui. Mungkin perkiraan paling muda yan 8000 an tahun yang lalu," kata Penanggung jawab Penelitian Song Pedang dari Balai Arkeologi Yogyakarta , Rizka Purnamasari saat dihubungi melalui sambungan telepon, 27 Oktober 2020.

Dijelaskan, penelitian di Song Pedang dilakukan pada 2019. Untuk fragmen yang ditemukan saat penelitian sebenarnya sudah dilakukan analisis terkait lamanya tahun hunian, tetapi pihaknya belum terlalu yakin.

"Penelitian di Song Pedang masih tahap awal sekali," ucap Rizka.

Beberapa Kulit Kerang yang ada di Song PedangKOMPAS.COM/MARKUS YUWONO Beberapa Kulit Kerang yang ada di Song Pedang

Pihaknya menemukan beberapa fragmen gerabah, lancipan tulang, spatula, serpih, sisa-sisa tulang hewan, sisa-sisa kerang, serta fragmen tengkorak dan rahang manusia.

Lancipan tulang yang ditemukan diduga berasal dari tulang spesies Macaca sp., atau primata sejenis monyet.

Dari situs https://arkeologijawa.kemdikbud.go.id disebutkan penelitian yang dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2019 dapat disimpulkan Song Pedang merupakan sebuah ceruk yang digunakan sebagai hunian tetap jangka panjang dan bukan merupakan basecamp untuk perburuan.

Baca juga: Museum Arkeologi Terbesar di Dunia Resmi Dibuka Tahun 2020

Temuan-temuan arkeologis dari Song Pedang meliputi fragmen gerabah, lancipan tulang, spatula, serpih, sisa-sisa tulang hewan, sisa-sisa kerang serta fragmen tengkorak dan rahang manusia.

Sisa-sisa Macaca sp. merupakan ekofak yang dominan ditemukan di Song Pedang, kemudian dimanfaatkan lagi lebih jauh sebagai bahan lancipan tulang.

Selain itu sisa-sisa kerang hijau (Perna viridis) mendominasi di antara jenis kerang laut lainnya yang bisa ditemukan di Song Pedang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bermesraan, 4 Pelanggar Syariat Islam di Banda Aceh Dicambuk 17 Kali

Bermesraan, 4 Pelanggar Syariat Islam di Banda Aceh Dicambuk 17 Kali

Regional
Bupati HST Minta Kader PKK Tingkatkan Sinergi dengan Masyarakat dan Stakeholder

Bupati HST Minta Kader PKK Tingkatkan Sinergi dengan Masyarakat dan Stakeholder

Regional
Bupati Ipuk Raih Satyalancana, Pemkab Banyuwangi Jadi Kabupaten Berkinerja Terbaik se-Indonesia 

Bupati Ipuk Raih Satyalancana, Pemkab Banyuwangi Jadi Kabupaten Berkinerja Terbaik se-Indonesia 

Regional
RSUD dr R Soetijono Blora Luncurkan “Si Sedap”, Bupati Arief: Lakukan Terus Inovasi dan Terobosan Layanan kesehatan

RSUD dr R Soetijono Blora Luncurkan “Si Sedap”, Bupati Arief: Lakukan Terus Inovasi dan Terobosan Layanan kesehatan

Regional
Skenario Golkar, Siap Jadi Wakil jika Bambang Pacul Maju di Pilkada Jateng 2024

Skenario Golkar, Siap Jadi Wakil jika Bambang Pacul Maju di Pilkada Jateng 2024

Regional
Kisah Adi Latif Mashudi, Tinggalkan Korea Selatan Saat Bergaji Puluhan Juta Rupiah demi Jadi Petani di Blora (Bagian 1)

Kisah Adi Latif Mashudi, Tinggalkan Korea Selatan Saat Bergaji Puluhan Juta Rupiah demi Jadi Petani di Blora (Bagian 1)

Regional
Bawaslu Bangka Belitung Rekrut 141 Panwascam, Digaji Rp 2,2 Juta

Bawaslu Bangka Belitung Rekrut 141 Panwascam, Digaji Rp 2,2 Juta

Regional
Polemik Bantuan Bencana di Pesisir Selatan, Warga Demo Minta Camat Dicopot

Polemik Bantuan Bencana di Pesisir Selatan, Warga Demo Minta Camat Dicopot

Regional
Pengakuan Pelaku Pemerkosa Siswi SMP di Demak, Ikut Nafsu Lihat Korban Bersetubuh

Pengakuan Pelaku Pemerkosa Siswi SMP di Demak, Ikut Nafsu Lihat Korban Bersetubuh

Regional
Raih Peringkat 2 dalam Penghargaan EPPD 2023, Pemkab Wonogiri Diberi Gelar Kinerja Tinggi

Raih Peringkat 2 dalam Penghargaan EPPD 2023, Pemkab Wonogiri Diberi Gelar Kinerja Tinggi

Kilas Daerah
Imbas OTT Pungli, Polisi Geledah 3 Kantor di Kemenhub Bengkulu

Imbas OTT Pungli, Polisi Geledah 3 Kantor di Kemenhub Bengkulu

Regional
Sejak Dipimpin Nana Sudjana pada September 2023, Pemprov Jateng Raih 10 Penghargaan

Sejak Dipimpin Nana Sudjana pada September 2023, Pemprov Jateng Raih 10 Penghargaan

Regional
KM Bukit Raya Terbakar, Pelni Pastikan Tidak Ada Korban Jiwa dan Terluka

KM Bukit Raya Terbakar, Pelni Pastikan Tidak Ada Korban Jiwa dan Terluka

Regional
Keruk Lahar Dingin Marapi, Operator Eskavator Tewas Terseret Arus Sungai

Keruk Lahar Dingin Marapi, Operator Eskavator Tewas Terseret Arus Sungai

Regional
Kronologi Pria Bunuh Istri di Tuban, Serahkan Diri ke Polisi Usai Minum Racun Tikus

Kronologi Pria Bunuh Istri di Tuban, Serahkan Diri ke Polisi Usai Minum Racun Tikus

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com