SAMARINDA, KOMPAS.com – Gubernur Kaltim Isran Noor menanggapi rencana impor beras yang dicetus Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.
Menurut Isran, rencana tersebut menjadi tarik ulur karena masalah komunikasi.
Entah apa yang dimaksud Isran. Ia tidak menjelaskan detail.
Isran juga tak memberi jawaban, entah setuju atau menolak rencana impor beras saat dikejar pertanyaan awak media.
"Impor beras itu soal komunikasi saja. Impor beras itu kalau memang benar-benar ada ancaman kekurangan stok," ungkap Isran kepada Kompas.com, Kamis (25/3/2021).
Baca juga: Polemik Impor Beras, Komisi VI DPR Akan Gelar Rakor bersama Mendag
Kaltim, kata Isran, setiap tahun selalu datangkan beras dari Pulau Jawa, Sulawesi dan Kalimantan Selatan.
Hal tersebut lantaran produksi beras di Kaltim tidak bisa menopang konsumsi keseluruhan penduduk Kaltim yang hingga September 2020 berjumlah 3,77 juta jiwa.
"Kaltim setiap tahun impor (Impor yang dimaksud mendatangkan dari daerah lain di Indonesia bukan dari luar negeri) beras. Untungnya kita datangkan beras dari Jawa, Sulawesi dan Kalsel," tutur Isran.
Produksi padi dan beras di Kaltim dalam dua tahun terakhir terus merosot tajam.
Tepat dua tahun ini juga pasangan Isran Noor dan Hadi Mulyadi memimpin Kaltim sejak terpilih 2018.
Keduanya mengusung visi Kaltim berdaulat. Salah satu poin turunannya berdaulat dalam ketahanan pangan.
Baca juga: Harga Gabah Anjlok Malah Mau Impor Beras, DPRD Sumsel: Peran Bulog Tak Berjalan Semestinya
Mengutip data BPS Kaltim, produksi padi di Kaltim tahun 2018 sebanyak 262.773 ton. Menurun pada tahun 2019 sebesar 253.818 ton.
Tak hanya padi, produksi beras juga menurun dari tahun 2018 sebanyak 152.059 ton menjadi 146.887 ton pada 2019.
Turunnya produksi padi dan beras ini disebabkan karena penurunan produktivitas, bukan penurunan luas panen.
Sebab, data luas panen menunjukkan kenaikan dari sebelumnya 64.961 hektar pada tahun 2018 menjadi 69.707 hektar pada tahun 2019.