LAMPUNG, KOMPAS.com - Sebanyak 10 terpidana dan tersangka kasus korupsi di Lampung belum bisa dieksekusi karena melarikan diri.
Proses hukum yang panjang dinilai menjadi salah satu faktor sejumlah terpidana dan tersangka kasus korupsi melarikan diri hingga menjadi buronan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung Andrie W Setiawan mengatakan, salah satu penyebab terpidana bisa menjadi buron adalah proses hukum berjenjang.
Baca juga: Buru 10 Buronan Korupsi, Kejati Lampung Gandeng Polda
Sebagai contoh, dalam sidang tingkat pertama di pengadilan tindak pidana korupsi, seorang terdakwa divonis bebas.
Kemudian, kejaksaan mengajukan banding atau upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.
Selanjutnya, MA menyatakan terdakwa bersalah dan harus dipenjara.
Namun, saat akan dieksekusi oleh jaksa, terdakwa lebih dulu melarikan diri.
"Setelah kasasi, vonis pengadilan tingkat pertama dianulir, kasasi dia masuk (vonis bersalah). Tapi karena di awal dia diputus bebas, jadi menyulitkan saat eksekusi," kata Andrie saat dihubungi, Jumat (26/3/2021).
Selain itu, menurut Andre, beberapa terpidana yang menjadi buron, karena tidak ditahan selama penyidikan maupun penuntutan.
"Jadi, begitu putus (vonis), juga menyulitkan dan (terdakwa) melarikan diri," kata Andrie.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Jabar, Jateng, Banten, Sumsel, Babel, dan Lampung 25 Maret 2021
Untuk melacak dan menangkap 10 terpidana dan tersangka itu, pihak Kejati Lampung sudah menjalin komunikasi dan koordinasi dengan sejumlah instansi.
"Ada Polda, Kejaksaan Agung, bahkan KPK juga sudah ada koordinasi untuk mengejar buronan itu," kata Andrie.
Kejati Lampung juga mengimbau kepada keluarga dan para buronan itu untuk kooperatif dan menyerahkan diri.
"Cepat atau lambat pasti tertangkap. Lebih baik menyerahkan diri daripada berstatus buronan seumur hidup," kata Andrie.