Saat ini penanganan menggunakan jaring ini masih dalam tahap pilot plan.
Rencananya pemasangan jaring akan dilakukan di beberapa tempat di wilayah Sleman Barat, seperti di Kecamatan Minggir, dan Kecamatan Seyegan.
Dalam tahap uji coba ini, pihaknya akan mengevaluasi terkait seberapa efesien penggunaan jaring. Termasuk mengevaluasi dampaknya.
"Ini diuji coba dulu, nanti kita evaluasi dampaknya, manfaatnya, kemudian implikasinya seperti apa. Jadi nanti kita akan evaluasi, setelah itu," tegasnya.
Jumeni, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sidomulyo, Sleman menuturkan, burung pipit memang sering memakan padi petani.
"Ya sebenarnya kalau nanam padi serempak itu tidak terasa tapi kalau panen padinya itu tidak serempak atau hanya spot-spot itu bisa habis dimakan burung Emprit itu," bebernya.
Cara menggunakan orang-orangan sawah dinilainya tidak efektif karena burung pipit masih saja datang memakan padi.
"Burung itu peka kalau itu barang bergerak, kalau tidak bergerak tidak takut. Satu hari dua hari takut tapi tahu-tahu sudah seperti itu tidak takut," urainya.
Menurutnya, penanganan burung pipit yang menganggu petani memang bisa dilakukan dengan memasang jaring di atas tanaman padi.
Penanganan dengan jaring tidak akan membuat burung pipit akan habis di alam.
"Burung Emprit juga punya indra nanti kalau rombongannya sudah kena jaring yang lain tidak mau hinggap di situ. Habitat masih ada, kalau dipasang jaring nanti cuma berkurang, secara alam masih nanti," ucapnya.
Sementara itu, pengamat burung dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Pramana Yuda menjelaskan, selama ini burung pipit telah dianggap menjadi hama padi.
Namun belum ada kajian yang mendalam seberapa tingkat kerugian atau kerusakan yang ditimbulkan.
"Petani sebenarnya sudah cukup pandai, cerdik menghadapi hama burung, memedi sawah dan sebagainya. Sekarang ada yang memasang jaring di atas sawah untuk meminimalkan serangan yang terkadang ada burung yang jadi korban juga," ungkapnya.
Sebenarnya di beberapa tempat di Bali, petani membuat sarang buatan untuk burung pipit. Setelah menetas kemudian dipanen.
"Cara terakhir ini contoh bentuk kontrol populasi. Cara-cara sejenis bisa dikembangkan bersama dengan petani, tidak perlu dibasmi," tegasnya.
Yuda menuturkan, maraknya penangkapan burung yang menjadi predator membuat keseimbangan populasi burung pipit terganggu. Sehingga populasi burung pipit cukup banyak.
"Penangkapan burung yang marak juga mengangu keseimbangan populasi burung emprit. Burung pentet dan burung pemangsa lain sekarang sudah jarang karena diburu, bisa jadi itu yang menyebabkan pipit perkembang cepat dan berpotensi menjadi hama," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.