"Yang terjadi malapetaka China adalah ketika ekologinya terganggu, pembasmian emprit di sana justru membuat merebaknya hama lainnya. Akhirnya pertanian yang mau berjalan justru terpuruk," ucapnya.
Dia mengungkapkan, jika alasanya untuk pertanian, maka bisa dilakukan dengan cara-cara yang tidak berpotensi merusak ekosistem.
Zaman dahulu, petani sudah mempunyai cara dengan menggunakan orang-orangan sawah untuk mengusir burung Emprit yang memakan padi mereka.
"Kalau makan padi pun apa iya emprit serakus tikus? Kan enggak tahu juga. Lah wong tikus yang rakus aja masih bisa kendalikan," tuturnya.
Wakil Ketua DPRD Sleman Arif Kurniawan mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi terlebih dahulu untuk mengidentifikasi apakah burung pipit masuk dalam kategori hama.
"Kita koordinasikan dulu, jadi yang kategori hama baru kita identifikasi. Selama ini kan kita basmi kalau tikus ya, kalau burung emprit itu sedianya kalau sudah ditangkap nanti akan diolah menjadi makanan, jadi lauk," ujarnya.
Arif mengaku saat ini belum mendapat informasi burung pipit masuk kategori hama atau bukan.
"Saya pribadi belum bisa menyampaikan, apakah burung emprit itu termasuk dalam kategori hama, seperti tikus, seperti wereng. Kalau itu (tikus, wereng) dibasmi, tapi fakta (burung emprit) menganggu saat hampir panen itu pasti dimakan sama burung emprit itu," ungkapnya.
Menurutnya, dari dinas pertanian mengajukan beberapa program mata anggaran baru kaitanya untuk penanganan hama, termasuk permintaan jaring.
"Kemarin dinas kita minta untuk mengidentifikasi program-program yang betul-betul efektif dan efisien untuk membantu petani itu yang mana. Kemarin kisarannya (anggaran yang diajukan) enggak banyak Rp 120 juta atau Rp 140 juta, tapi ini masih diskusi," tandasnya.
Dewan, lanjutnya, selalu terbuka untuk menerima masukan. Termasuk berdiskusi dengan dari berbagai pihak terkait penanganan burung emprit.
"Iya kita siap berdiskusi, saya kira itu bagian dari kita berupaya bagaimana penanggulangan hama tidak bertabrakan dengan kebijakan-kebijakan pelestarian lingkungan, alam, flora fauna yang ada," ungkapnya.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Perikanan Kabupaten Sleman Heru Saptono menyampaikan, anggaran diusulkan karena petani di beberapa tempat gagal panen akibat serangan burung pipit.
"Dibeberapa tempat memang gagal panen karena adanya serangan burung Emprit. Tidak hanya di Sleman Barat saja, tetapi di beberapa tempat juga, kadang-kadang kalau petani hanya menanam padi sedikit, itu kemudian tidak panen," ucapnya.
Melihat situasi yang dialami petani, lanjutnya, kemudian diinisiasi untuk menghalau burung Emprit ini agar tidak memakan padi petani.
Berdasarkan hasil uji coba di beberapa tempat, pemasangan jaring cukup efisien dalam menanggulangi serangan burung pipit.
"Atas dasar itu kita coba mengusulkan anggaran. Pilot plan ditempat-tempat tertentu yang skalanya masih kecil untuk diujicoba dan dengan demikian kemudian terjadi panen setelah dikasih jaring tadi, serangan Burung Emprit terhadap tanaman padi berkurang, petani bisa panen," tandasnya.
Menurutnya, cara konvensional menggunakan kentongan maupun orang-orangan sawah memang dirasakan petani tidak efektif. Sebab, burung pipit selalu kembali datang untuk memakan padi.
"Ketika dibunyikan pergi, setelah itu datang lagi, akhirnya jerih payah petani yang mulai menanam, berpanas-panas, ternyata nggak panen. Kemudian dicoba untuk itu," urainya.