Secara administrasi Kampung Pitu berada di Padukuhan Nglanggeran Wetan, Kalurahan Nglanggeran.
Sejak sering dikunjungi wisatawan, Kampung Pitu disediakan fasilitas umum seperti toilet.
Selain itu ada limasan yang dibangun untuk beristirahat. Suasana sejuk, ditambah suara hewan liar seperti burung dan serangga menjadikan suasana di Kampung Pitu cukup unik.
Kompas.com menuju ke salah satu sesepuh kampung pitu Redjo Dimulyo. Namun oleh salah seorang warga diarahkan ke Yatnorejo.
Baca juga: Hari Air Sedunia, Komunitas Resan Hidupkan Kembali Sumber Air di Gunungkidul
Saat sekitar pukul 09.00 WIB Yatnorejo sedang berada di sawah, salah seorang anaknya sempat menjemputnya.
Yatnorejo merupakan generasi kelima dari awal berdirinya kampung pitu, dan saat ini sebagai wakil sesepuh adat di sana.
Menurut dia, di Kampung Pitu sebenarnya terdapat delapan rumah, tapi hanya tujuh di antaranya yang ditempati.
"Dari generasi pertama sampai saat ini tidak ada penduduk dari luar daerah yang tinggal di sini. Selain itu, jika penduduk sudah menikah pun harus keluar," kata Yatnorejo saat ditemui di rumahnya Kamis (25/3/2021).
Kepercayaan tinggal hanya tujuh kepala keluarga ini masih dipegang hingga kini.
Saat ini dia hanya tinggal bersama istrinya yang bernama Sumbuk di rumah limasan yang baru dipugar tahun lalu.
Baca juga: Produksi Garam Gunungkidul Mati Suri, Puluhan Petani Garam Pilih Jadi Buruh Bangunan
Padahal dia memiliki enam orang anak, dan saat ini mereka tinggal di luar Kampung Pitu. Sesekali anaknya tidur di rumahnya, tapi tidak tinggal bersamanya.
Kehidupan sehari-hari warga di Kampung Pitu sama seperti penduduk desa lainnya, sebagian besar dari warga beraktivitas pertanian dan beternak.
Menurut dia, sejarah berdirinya Kampung Pitu berawal dari sekitar Telaga Guyangan yang tak jauh dari rumahnya.