Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Hutan Perempuan, Sepotong Surga di Teluk Youtefa Papua yang Rusak karena Tangan Manusia

Kompas.com - 23/03/2021, 11:11 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Keberadaan Hutan Perempuan di Teluk Youtefa, Papua, menghadapi beragam ancaman.

Mulai dari menyusutnya kawasan hutan akibat pembangungan infrastruktur, hingga sampah yang mencemari biota perikanan dan 'meracuni' warga Kampung Enggros, yang menggantungkan hidupnya pada hutan mangrove tersebut.

Mata Adriana Youwe Meraudje menerawang jauh ketika ia memandangi lautan biru di hadapannya.

Tak jauh dari situ, rerimbunan pohon bakau dengan daun-daunnya yang berwarna hijau terang bersinar karena cahaya matahari.

Baca juga: Cerita Mama-mama Papua Jaga Hutan Perempuan di Teluk Youtefa, Pria yang Datang Harus Bayar Denda Adat

"Yang kami sesali itu, Hutan Perempuan, kalau kami ke sana cari kerang, aduh tidak seperti dulu. Karena sampah," tutur perempuan yang disapa Mama Ani ketika ditemui pada Rabu (24/2/2021).

"Padahal hutan perempuan itu kami punya tempat kalau kami lagi ada masalah, di situlah kami tempat curhat. Di situ kami bisa keluarkan isi hati," lanjutnya.

Mama Ani adalah salah satu warga Kampung Enggros yang menggantungkan hidup pada hutan bakau yang dilestarikan para perempuan dengan kearifan lokal.

Baca juga: Film Hutan Perempuan Produksi Imaji Papua Masuk Nominasi Piala Citra 2019

Bia noor adalah kerang berkulit tipis yang memiliki habitat di hutan bakau.Ayomi Amindoni Bia noor adalah kerang berkulit tipis yang memiliki habitat di hutan bakau.
Hutan itu dinamai Hutan Perempuan.

Di hutan itulah, ia dan perempuan Enggros lain mencari kerang, atau bia dalam bahasa setempat. Bia noor adalah kerang berkulit tipis yang memiliki habitat di hutan bakau.

Sebagian bia ia jual untuk mencukupi kebutuhan hidup, sementara sisanya ia masak untuk lauk sehari-hari.

"Hasil dulu lebih banyak dari sekarang, begitupun hasil laut, juga ikan," katanya.

Tokoh masyarakat di Kampung Enggros Orgenes Meraudje, menganggap Hutan Perempuan sebagai "surga kecil yang dirusaki oleh tangan manusia".

Baca juga: Bentrok Antar-kampung di Papua, Akses Jembatan Youtefa Tertutup, 7 Orang Terluka

Sejak 1967 hingga kini, Teluk Youtefa kehilangan lebih dari 50% kawasan hutan mangrove, dengan tingkat kerusakan yang tergolong tinggi.

Menyusutnya kawasan mangrove, berdampak pada penurunan jumlah biota perikanan.

Dosen Ilmu Kelautan dan Perikanan dari Universitas Cendrawasih, John Dominggus Kalor, menyebut status pencemaran di Teluk Youtefa "sudah lampu merah".

Ia menganggap salah satu penyebab dari menyusutnya kawasan hutan bakau adalah pembangunan infrastruktur dan pengembangan Teluk Youtefa sebagai destinasi wisata.

Baca juga: Mengenal Jembatan Youtefa, Landmark Papua yang Gambarnya Tercetak di Uang Baru Rp 75.000

Sementara, Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Cendrawasih, Hasmi, mengatakan masyarakat di Teluk Youtefa berisiko mengalami efek dari paparan logam berat timbal, atau plumbum (Pb), akibat mengkonsumsi kerang dan ikan yang mengandung logam berat tersebut.

"Kadar plumbum yang tinggi pada darah bisa menimbulkan keracunan plumbum. Keracunan plumbum itu biasanya gejalanya kalau yang akut dia bisa letih, lesu, loyo. Terus kalau dia sudah lama terpapar plumbum, yang berbahaya itu untuk anak-anak, dia IQ-nya akan rendah," kata Hasmi.

Direktur Eksekutif Walhi Papua, Aiesh Rumbekwan, mengatakan ekosistem yang rusak dan berkurangnya akses terhadap ruang hidup membuat masyarakat yang tinggal di Teluk itu "terpinggirkan oleh pembangunan".

Baca juga: Masyarakat Papua Bangga Gambar Jembatan Youtefa Masuk di Uang Rp 75.000

'Laut kami yang dulu ada di mana?'

Sampan ini menjadi moda transportasi Mama Ani sehari-hariAyomi Amindoni Sampan ini menjadi moda transportasi Mama Ani sehari-hari
Mama Ani menghabiskan enam dekade hidupnya di Teluk Youtefa yang berada di dalam Teluk Yos Sudarso di Jayapura, Papua.

Selama itu pula, ia melihat banyak perubahan yang terjadi di dalam teluk.

"Laut kami yang dulu indah, jernih bersih. Tapi laut sekarang, aduh kasihan, kotor karena adanya sampah."

"Kadang-kadang mama ingat, laut dulu dengan sekarang, mama sedih. Sering mama mau bilang... laut kami yang dulu ada di mana? Ini bukan laut kami yang dulu," tutur Mama Ani.

Ia tampak menahan tangis ketika mengucapkan hal itu.

Baca juga: 100 Pedagang Positif Corona, Pemkot Jayapura Tetap Buka Pasar Youtefa

Sedemikian bersihnya laut, kata Mama Ani, ketika tidak punya garam ia tinggal membuat garam dari air laut itu.

Dahulu kala, menurut Mama Ani, air laut juga bisa jadi obat. Jika ada warga yang sakit, mereka tinggal mandi di air garam lalu berjemur di panas matahari.

"Kami jadi sehat. Itu air yang dulu, yang masih jernih," katanya.

"Air laut yang dulu su tak ada, sekarang ini yang kami terima hanya sampah," ujarnya kemudian.

"Jadi setengah mati kami mau cari kerang harus masukkan kaki, kadang-kadang bukan kerang yang dapat, tapi kantong plastik. Macam-macamlah sampah yang kami angkat," lanjutnya.

Baca juga: Parkir untuk Berfoto di Jembatan Youtefa, Warga Diminta Pungutan Liar

Di hutan bakau yang sunyi, para perempuan dengan bebas mencurahkan hati satu sama lain ditemani suara kicauan burung.Ayomi Amindoni Di hutan bakau yang sunyi, para perempuan dengan bebas mencurahkan hati satu sama lain ditemani suara kicauan burung.
John Dominggus Kalor, Dosen Ilmu Perikanan dan Keluatan di Universitas Cendrawasih, menyebut tingkat kerusakan ekosistem mangrove yang menjadi ekosistem penunjang utama Teluk Youtefa ini "sudah tinggi".

Padahal, kawasan mangrove merupakan habitat sejumlah biota perikanan.

"Secara tradisional hutan mangrove Teluk Youtefa ini kan disebut sebagai hutan perempuan, lalu dimanfaatkan untuk mencari hasil-hasil laut untuk keperluan masyarakat.

Jadi, dampak utama dirasa masyarakat karena sumber mata pencaharian mereka pasti berkurang karena hasil tangkapan berkurang."

Baca juga: Viral Jembatan Youtefa Dikenai Tarif, Ini Penjelasan Kementerian PUPR

"Misalnya, gastropoda, bivalvia, atau ikan, yang dulunya ditangkap dalam waktu singkat bisa dapat banyak, sekarang diperlukan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan ikan yang cukup," jelas John Dominggus.

Adapun, penelitian yang dilakukan pada 1967 mengungkap luas hutan bakau di Teluk Youtefa 514,24 hektare. Luas kawasan mangrove berkurang hampir 40% pada 2014, menjadi 259,1 hektare.

Lalu pada 2018, luas hutan mangrove hanya tersisa 233,12 hektar.

Baca juga: Fakta Jembatan Youtefa, Tonggak Sejarah di Papua di Hari Sumpah Pemuda...

Mama Ani mencari kerang dengan penuh ketenangan, sambil sesekali menyanyikan lagu berbahasa Enggros di bawah bayang-bayang daun bakauAyomi Amindoni Mama Ani mencari kerang dengan penuh ketenangan, sambil sesekali menyanyikan lagu berbahasa Enggros di bawah bayang-bayang daun bakau
"Ini belum ditambah luas mangrove yang berkurang karena pembangunan ring road dan juga jembatan," kata John.

"Jadi, saya hitung dari data awal 1967, Teluk Youtefa sudah kehilangan lebih dari 50% luas dari ekosistem mangrove," jelasnya kemudian.

Hasil penelitian yang baru saja ia lakukan menemukan 12 spesies dan 10 familia biota perikanan yang hidup di ekosistem lamun -yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove.

Jumlah ini berkurang drastis dari data tahun 2014, yang mencatat ada 71 spesies yang ditemukan di habitat itu.

Baca juga: Jokowi Resmikan Jembatan Youtefa, Simbol Pemersatu Bangsa

"Kami melihat ada benang merah antara pengaruh kerusakan ekosistem [dan] pencemaran, terhadap penurunan keanekaragaman [biota] di Teluk Youtefa.

Penyebab dari menyusutnya luas hutan bakau di Teluk Youtefa, kata John, adalah karena ekosistem mangrove Teluk Youtefa berimpitan dengan Kota Jayapura.

Menurutnya, ekosistem mangrove tergerus oleh pembangunan infrastruktur, pengembangan kawasan pariwisata, dan konversi untuk pemukiman dan keperluan rumah tangga.

Baca juga: Jokowi Resmikan Jembatan Youtefa, Tonggak Sejarah di Papua

"Yang paling besar dampaknya karena konversi lahan atau area ekosistem mangrove untuk menjadi, misalnya, tempat bisnis, tempat pemukiman, pembangunan infrastruktur. Itu semua berdampak pada berkurangnya ekosistem mangrove di Teluk Youtefa," ujar John.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bumi Perkemahan Sukamantri di Bogor: Daya Tarik, Fasilitas, dan Rute

Bumi Perkemahan Sukamantri di Bogor: Daya Tarik, Fasilitas, dan Rute

Regional
Aduan Tarif Parkir 'Ngepruk' di Solo Selama Lebaran Minim, Dishub: Tim Saber Pungli Kita Turunkan Semua

Aduan Tarif Parkir "Ngepruk" di Solo Selama Lebaran Minim, Dishub: Tim Saber Pungli Kita Turunkan Semua

Regional
Detik-detik Kecelakaan ALS, Bus Melambat, Oleng, Lalu Terbalik

Detik-detik Kecelakaan ALS, Bus Melambat, Oleng, Lalu Terbalik

Regional
Pemkot Ambon Tak Berlakukan WFH bagi ASN Usai Libur Lebaran

Pemkot Ambon Tak Berlakukan WFH bagi ASN Usai Libur Lebaran

Regional
5 Unit Rumah Semipermanen di Ende Ludes Terbakar, Kerugian Capai Ratusan Juta Rupiah

5 Unit Rumah Semipermanen di Ende Ludes Terbakar, Kerugian Capai Ratusan Juta Rupiah

Regional
Sungai Meluap, 4 Desa di Sikka Terdampak Banjir

Sungai Meluap, 4 Desa di Sikka Terdampak Banjir

Regional
Daftar 20 Korban Tewas Tragedi Bencana Longsor di Tana Toraja

Daftar 20 Korban Tewas Tragedi Bencana Longsor di Tana Toraja

Regional
Toko Emas di Blora Dirampok, Pelaku Sempat Todongkan Senjata Api saat Beraksi

Toko Emas di Blora Dirampok, Pelaku Sempat Todongkan Senjata Api saat Beraksi

Regional
Pendangkalan Muara Pelabuhan Nelayan di Bangka, Pemprov Gandeng Swasta

Pendangkalan Muara Pelabuhan Nelayan di Bangka, Pemprov Gandeng Swasta

Regional
2 Perahu Tabrakan di Perairan Nunukan, Dishub: Tak Ada Sanksi untuk Agen Pelayaran

2 Perahu Tabrakan di Perairan Nunukan, Dishub: Tak Ada Sanksi untuk Agen Pelayaran

Regional
Jadi Saksi Kunci, Bocah 7 Tahun di Palembang Lihat Pelaku yang Bunuh Ibu dan Kakak Perempuannya

Jadi Saksi Kunci, Bocah 7 Tahun di Palembang Lihat Pelaku yang Bunuh Ibu dan Kakak Perempuannya

Regional
Pangdam Kasuari Ingatkan Prajurit Kodam Tetap Waspada setelah Perubahan KKB Jadi OPM

Pangdam Kasuari Ingatkan Prajurit Kodam Tetap Waspada setelah Perubahan KKB Jadi OPM

Regional
Mentan Puji Merauke sebagai Surganya Pertanian

Mentan Puji Merauke sebagai Surganya Pertanian

Regional
Mantan Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo Maju Lagi dalam Pilkada 2024

Mantan Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo Maju Lagi dalam Pilkada 2024

Regional
50.000 Warga di Lebong Bengkulu Terendam Banjir, 2 Kecamatan Terisolasi

50.000 Warga di Lebong Bengkulu Terendam Banjir, 2 Kecamatan Terisolasi

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com