Adapun perajin yang masih bertahan, mereka memiliki kiat-kiat khusus, baik dalam hal inovasi produk maupun inovasi penjualan.
Salah satu produk manik-manik yang diluncurkan saat pandemi Covid-19, yakni pengait masker dan kalung penghias masker.
Menurut Kodri, meski tak mampu mengembalikan kondisi pasar manik-manik seperti awal sebelum ada Pandemi Covid-19, namun inovasi itu cukup efektif membantu puluhan perajin untuk bertahan hidup.
"Produk ini ternyata banyak peminatnya. Berkat produk ini banyak teman-teman yang masih bisa bertahan," kata Kodri.
Suloso, salah satu perajin manik-manik yang masih bertahan mengatakan, kecepatan dan kemauan melakukan inovasi produk membuatnya mampu bertahan di tengah badai akibat pandemi Covid-19.
Saat masker menjadi kebutuhan masyarakat, pemilik Griya Manik di Desa Plumbon Gambang itu memproduksi pengait dan kalung penghias masker.
Baca juga: 58 Sekolah di Kota Blitar Mulai Uji Coba Belajar Tatap Muka
Produk tersebut, kata bapak tiga anak itu, mendapatkan respons positif dari pasar. Banyak peminat sehingga industri rumah tangga yang digelutinya tetap menggeliat.
"Di masa pandemi Covid-19 kita hanya bisa bertahan. Kita membuat produk baru yang bisa membuat kami tetap survive," kata Suloso, saat ditemui di rumahnya.
Dia menjelaskan, meski tak mampu mengembalikan omzet penjualan seperti sebelumnya, namun produk baru tersebut bisa menjaga usaha yang digelutinya sejak tahun 2000 itu tetap eksis.
Suloso menuturkan, dia memulai usaha kerajinan manik-manik dengan modal Rp 10 juta. Usahanya terus berkembang hingga produknya mampu menembus pasar internasional.
Sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia, di antara negara-negara yang menjadi pelanggan rutin, yakni Thailand, China, Jepang, Spanyol dan Italia.
Usahanya yang terus berkembang membuat Suloso bisa merekrut 17 orang sebagai tenaga kerja yang berasal dari lingkungan setempat.