Zaidi (46), salah satu pekerja yang tengah sibuk di sentra pengolahan ikan patin salau. Ia tampak melakukan proses pengasapan ikan patin.
Saat diwawancarai Kompas.com, Zaidi mengaku sedang menyortir ikan yang diasapi.
"Ini kita sedang menyortir ikan yang disalai. Karena tidak rata keringnya. Ada yang masih lunak, jadi kita salai lagi," ujar Zaidi.
Di tempat ia bekerja, terdapat empat tungku pengasapan ikan. Zaidi Selaku karyawan, memegang satu tungku bersama seorang anak dan seorang saudaranya.
Mereka di sini satu kelompok, terdiri dari delapan orang. Dari empat tungku berdinding beton ini, berton-ton ikan yang diasapi.
Zaidi menjelaskan proses pengasapan ikan patin. Mulai dari membersihkan hingga menunggu sampai pengeringan.
"Awalnya ikan patin dibelah dan dibersihkan. Ikan salai dibelah biar cepat kering. Setelah itu, disusun diatas para-para dan diletakkan di atas tungku," kata Zaidi.
Selama proses pengasapan, dia menyebut api harus selalu dikontrol. Api tidak boleh terlalu besar dan tidak terlalu kecil.
Kemudian, kayu yang digunakan untuk dibakar juga tidak bisa sembarangan kayu. Zaidi membeli kayu khusus dari hutan yang keras dan baranya lebih tahan lama.
Bahkan, sebut Zaidi, untuk pembelian kayu bakar menghabiskan modal Rp 5 juta dalam sepekan.
"Proses pengasapan sampai ikan kering, itu memakan waktu lebih kurang delapan sampai 10 jam," sebut Zaidi.
Setelah pengasapan tahap pertama, lanjut dia, ikan patin kembali dipilih. Ada tiga ukuran ikan yang disalai, yaitu super, super menengah dan besar.
Ikan-ikan itu dipilih lagi mana yang sudah benar-benar kering. Kalau belum kering total, kembali ditaruh di tungku.
"Kalau sudah kering total, itu sudah bisa kita packing," ujar Zaidi.
Dalam hari, ia mampu mengasapi sebanyak 2,25 ton ikan patin segar. Ikan patin itu dibeli dari warga yang membudidayanya.
Ikan patin hidup dibeli dari warga dengan perkilonya Rp 14.000.
"Di sini kan hampir semua warga punya kolam ikan patin di rumahnya. Jadi kita beli untuk disalai," ujar Zaidi.
Pria ini sudah bekerja di sentra pengolahan ikan patin sejak 2011 sampai sekarang. Ikan salai yang olahnya bersama kelompok lainnya, dijual di wilayah sumatera.
Selama bekerja di sini, Zaidi mengaku sangat terbantu perekonomian keluarganya.
Bagaimana tidak, dalam tiga hari, Zaidi mampu mendapat gaji sebesar Rp 1,3 juta dari penjualan ikan asap.
Uang dari hasil kerjanya sanggup untuk menyengolahkan dan menguliahkan anaknya ke perguruan tinggi.
"Alhamdulillah, cukuplah kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Anak saya ada empat orang. Satu kuliah, satu SMA dan dua lagi sudah keluarga," kata Zaidi.