KUPANG, KOMPAS.com - Pengadilan Federal Australia di Sidney, memenangkan gugatan belasan ribu petani asal Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (19/3/2021).
Sidang pembacaan putusan dibacakan oleh hakim tunggal David Yates, dihadiri Pengacara Ben Slade dari kantor pengacara Maurice Blackburn.
Gugatan itu diwakili Daniel SandaI asal Kabupaten Rote Ndao, NTT.
Dia melayangkan gugatan mewakili 15.000 rekan seprofesinya di NTT yang menjadi korban pencemaran laut Timor sejak 21 Agustus 2009.
Gugatan Daniel tersebut didaftarkan sejak 3 Agustus 2016.
Baca juga: Ribuan Petani Rumput Laut NTT Menang Ganti Rugi Tumpahan Minyak Australia, Ini Ceritanya
Ketua Tim Advokasi Rakyat Korban Montara, Ferdi Tanoni yang merupakan tokoh utama di balik gugatan itu, mengaku bangga dengan perjuangan mereka selama 12 tahun yang berbuah hasil manis.
“Perkara ini adalah rakyat NTT melawan PTTEP Australasia yang dimenangkan oleh rakyat NTT, dipimpin Daniel Sanda dari Rote,” ungkap Ferdi kepada Kompas.com, Senin (22/3/2021).
Ferdi menuturkan, meledaknya kilang minyak Montara milik PTT Exploration and Production di Australia yang terjadi di Blok Atlas Barat pada 21 Agustus 2009 telah menyebabkan pencemaran besar-besaran di Laut Timor, NTT.
Banyak pihak merespons kejadian itu secara serius karena menimbulkan masalah besar.
Sejak kejadian itu, lelaki asal Niki-Niki, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT, tersebut begitu gigih memperjuangkan Laut Timor bagi warga NTT.
Bagi Ferdi, pencemaran itu telah menjadi petaka bagi masyarakat NTT, khususnya yang bermukim di pesisir pantai.
Ferdi yang merupakan Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) itu terus berjuang untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah Australia dan PTT Exploration and Production.
Selama perjuangannya, Ferdi mendesak pemerintah pusat untuk mengirimkan nota protes kepada Australia.
Ia dan belasan ribu nelayan NTT melakukan gugatan class action kepada perusahaan minyak PTTEP di Pengadilan Federal Sydney Australia.
Menurut Ferdi, yang membuat kasus ini tersendat adalah adanya perbedaan pendapat antara masyarakat dan pemerintah pusat di era sebelumnya.
Akibatnya, persoalan menumpuk. Terjadi pertentangan antara fakta di lapangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah maupun masyarakat yang ia suarakan dan fakta yang dimiliki oleh pemerintah pusat.