Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Srinthil Tembakau Primadona dari Temanggung, Anugerah Tuhan di Lamuk Legok

Kompas.com - 21/03/2021, 00:27 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Srinthil dikenal sebagai tokoh penari dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk yang ditulis oleh sastrawan Ahmad Tohari.

Namun nama srinthil juga digunakan untuk tembakau khas dari Temanggung.

Tembakau srinthil adalah salah satu jenis tembakau berkualitas terbaik yang memiliki kandungan nikotin sangat tinggi.

Dikutip dari tulisan Elva Laily (2016) yang berjudul Srinthil, Pusaka Saujana Lereng Sumbing, harga srinthil pada tahun 2011 per kilo setara dengan harga satu gram emas 24 karat.

Baca juga: Buka Produksi Tembakau Sintetis Rumahan di Makassar, 3 Mahasiswa Ditangkap

Harga tersebut sangat fantastis. Tercatat pada 2009 harga tembakau Srinthil mencapai Rp 500.000 hingga Rp 700.000/kg. Sementara tembakau rajangan bukan srinthil hanya berkisar Rp 125.000/kg.

Bahkan pada 2015, harganya tembus hingga Rp 1,25 juta/kg dan saat yang sama tembakau rajangan hanya Rp 55.000/kg.

Dari sumber koran lokal, pada 2018 harga tembakau srinthil mencapai Rp 550.000.

Baca juga: Gunakan Tembakau untuk Membasmi Hama Kutu Putih pada Media Tanam

Kisah Ki Ageng Makukukuhan

Petani tembakau di Lereng Gunung Sumbing, Desa Bansari, Kecamatan BuluKOMPAS.com/istimewa Petani tembakau di Lereng Gunung Sumbing, Desa Bansari, Kecamatan Bulu
Tidak semua daerah di Temanggung menghasilkan tembakau srinthil.

Beberapa desa yang menghasilkan srinthil adalah Desa Legoksari, Desa Tlilir, Desa Wonosari, Desa Losari, Desa Pagergunung, Desa Pagersari, Desa Wonotirto, Desa Banaran, Desa Bansari, Desa Gedegan, Desa Kemloko dan Desa Gandu.

Dikutip dari Indonesia.go.id, srinthil dari Dusun Lamuk Legok dan Dusun Lamuk Gunung lah yang memiliki kualitas terbaik.

Dua dusun tersebut berada di Desa Legoksari. Di desa tersebut juga cerita tutur tentang srinthil berawal.

Baca juga: Pendakian Gunung Sumbing via Butuh Buka meski Nepal Van Java Tutup

Nama Lamuk konon berawal dari berakhirnya kekuasaan Raja Brawijaya ke-5 di Kerajaan Majapahit.

Kala itu hiduplah seorang mantan petinggi Majapahit yang bernama Tiknoyo Noto Yudho yang moksa di Gunung Sumbing.

Sebelum moksa, Tiknoyo melihat tempat yang samar yang dalam bahasa Jawa berarti nglamat-nglamat. Tempat mosak Tiknoyo dikenal sebagai nama nglamuk.

Para pengawal setia Tiknoyo kemudian melanjutkan membuka hutan dan mendirikan pemukiman. Lokasi tersebut dikenal dengan Desa Legoksari.

Baca juga: Silancur Highland, Wisata Selfie di Kaki Gunung Sumbing

Menuju Pos 3 Gunung Sumbing via Butuh, Kaliangkrik, Magelang.KOMPAS.com/ANGGARA WIKAN PRASETYA Menuju Pos 3 Gunung Sumbing via Butuh, Kaliangkrik, Magelang.
Legoksari tak bisa dilepaskan dari kisah Ki Ageng Makukuhan, tokoh yang diyakini mengenalkan tanaman tembakau di daerah tersebut.

Ki Ageng Makukuhan adalah murid Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga. Ia berdarah China dengan nama asli Ma Kuw Kwan.

Selain belajar agama, dia juga belajar budi daya pertanian. Hingga suatu hari Sunan Kalijogo mengutusnya menyebarkan Islam di wilayah Kudus.

Selain menyebarkan agama Islam, Ki Ageng Makukuhan juga diminta mengajarkan soal pertanian pada masyarakat. Wilayah tersebut kemudian dikenal dengan hasil pertaniannya.

Baca juga: Tak Pakai Rapid Test, Ini Syarat Mendaki Gunung Prau, Sindoro, dan Sumbing

Sunan Kudus pun mengetahui keberhasilan Ki Ageng Makukuhan. Ia lalu mengutus santrinya yang bernama Bramanthi yang mengantarkan tiga macam bibit kepada Ma Kuw Kwan.

Bibit yang dibawa adalah bibit padi raja lele, bibit padi cempa, dan bibit yang kelak dikenal dengan tembakau.

Pertanian pun semakin berkembang. Ma Kuw Kwan pun dikenal dengan nama Kia Ageng Makukuhan. Dari cerita tutur, Makukuhan juga sering didatangi penduduk yang sakit untuk berobat.

Hingga suatu ada seseorang yang lumpuh datang ke Makukuhan. Saat itu, Makukuhan memberikan satu daun tumbuhan yang tak bernama, sambil berkata, “Iki tambaku,” yang berarti “inilah obatku.”

Baca juga: Nepal van Java Dusun Butuh Magelang yang Unik Berlatar Gunung Sumbing

Petilasan Ki Ageng Makukuhan di Gunung Sumbing.KOMPAS.com/ANGGARA WIKAN PRASETYA Petilasan Ki Ageng Makukuhan di Gunung Sumbing.
Ucapan Ki Ageng Makukuhan ini kemudian dijadikan nama bagi tanaman tak bernama yang selama ini ditanamnya yang disebut tambaku.

Dari sinilah asal usul kata tembakau, yang diucapkan dalam versi lebih singkat menjadi “mbako.”

Hingga saat ini, mbako adalah kata yang dipakai orang Jawa untuk menyebut tanaman tembakau.

Sementara itu nama Lamuk Legok juga tak lepas dari foklore kesaktian Sunan Kudus.

Baca juga: Viral Gunung Sumbing Disebut Mengerikan karena Tertutup Awan Bertingkat

Hal tersebut berawal dari keluhan Ki Ageng Makukuhan karena penduduk lebih suka menanam padi dari pada tembakau.

Mendengat keluhan tersebut Sunan Kudus melemparkan idig atau rigen sambil berkata:

“Nek kowe arep miara godhong ‘tambaku’ sing piguna kanggo wargamu, tutna lakune idig kiye mengko tibane nang ngendi. Kui panggonan sing bakal metu tanduran godhong ‘tambaku’ sing apik.”

(“Jika kamu hendak menanam daun ‘obatku’ yang berguna buat warga masyarakat, ikutilah jalannya rigen ini nantinya jatuh di mana. Itulah tempat di mana akan muncul tanaman daun ‘obatku’ yang baik”)

Baca juga: Rayakan 17 Agustus, Mapala UI Kibarkan Merah Putih di Goa Grubug dan Tebing Sumbing

Idig atau rigen yang dilemparkan oleh Sunan Kudus jatuh di Lamuk. Sebagian tanahnya amblas, melesak, dan membentuk cekungan, yang dalam bahasa Jawa disebut “legok.

Wilayah yang secara topografis cekung inilah sekarang disebut Dusun Lamuk Legok.

Dari sanalah nantinya tembakau srinthil muncul sebagai hasil dari perpaduan pengetahuan lokal dan olah budidaya masyarakat petani plus kondisi alam di sana yang spesifik.

Baca juga: Cara Membuat dan Menggunakan Pestisida Organik dari Tembakau

Anugerah alam dan Tuhan

Ilustrasi Tembakau Ilustrasi Tembakau
Masyarakat menyebut srinthil dengan istilah mbakau pulung karena harga yang sangat fantastis.

Pulung artinya adalah beroleh bahagia (anugerah, hadiah, pangkat dan sebagainya) atau laksana kejatuhan bintang.

Tembakau jenis ini juga tidak bisa diciptakan sebagai buah rekayasa olah budidaya keahlian dan pengetahuan masyarakat petani.

Srinthil benar-benar sepenuhnya anugrah alam dan Tuhan.

Baca juga: Cerita Eli, Anak Petani Tembakau Asal Jember yang Berhasil Jadi Dokter

Dia tidak selalu muncul setiap musim panen di tiap tahunnya, juga tidak semua lokasi areal perkebunan tembakau di Temanggung bisa menghasilkan srinthil.

Secara kuantitas, jumlah srinthil nisbi tidaklah banyak. Dalam 10 kg tembakau rata-rata hanya terdapat kurang-lebih 1 kg.

Karena itulah tiap tiba masa mbakon yaitu istilah lokal untuk menyebut musim panen tembakau, wajar petani di lereng Gunung Sumbing dan Sindoro itu selalu berharap sebagian tembakau hasil panenannya muncul dan menjadi kualitas srinthil.

Seandainya harapan itu terkabul jelas adalah ketiban pulung.

Baca juga: Tinggal di Dekat Pabrik Tembakau, Jumenah: Cucu Saya Sulit Bernapas, Tidak Lagi Bisa Berjalan...

Kandungan nikotin di dalamnya srinthil sangat tinggi. Namun srinthil tidak untuk dikonsumsi langsung.

Srinthil dikenal memiliki peranan sebagai pembentuk rasa dan pemberi aroma bagi tembakau lainnya.

Masyarakat setempat menyebutnya “tembakau lauk.”

Dengan komposisi dan perbandingan 1 kg srinthil sebagai pembentuk rasa dan pemberi aroma bagi 100 kg tembakau-tembakau lainnya yang disebut dengan “tembakau nasi.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Imbas Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Manado Ditutup hingga Besok

Imbas Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Manado Ditutup hingga Besok

Regional
Calon Gubernur-Wagub Babel Jalur Perseorangan Harus Kumpulkan 106.443 Dukungan

Calon Gubernur-Wagub Babel Jalur Perseorangan Harus Kumpulkan 106.443 Dukungan

Regional
Keuchik Demo di Kantor Gubernur Aceh, Minta Masa Jabatannya Ikut Jadi 8 Tahun

Keuchik Demo di Kantor Gubernur Aceh, Minta Masa Jabatannya Ikut Jadi 8 Tahun

Regional
Hilang sejak Malam Takbiran, Wanita Ditemukan Tewas Tertutup Plastik di Sukoharjo

Hilang sejak Malam Takbiran, Wanita Ditemukan Tewas Tertutup Plastik di Sukoharjo

Regional
Diduga Janjikan Rp 200.000 kepada Pemilih, Caleg di Dumai Bakal Diadili

Diduga Janjikan Rp 200.000 kepada Pemilih, Caleg di Dumai Bakal Diadili

Regional
39 Perusahaan Belum Bayar THR Lebaran, Wali Kota Semarang: THR Kewajiban

39 Perusahaan Belum Bayar THR Lebaran, Wali Kota Semarang: THR Kewajiban

Regional
Gadaikan Motor Teman demi Kencan dengan Pacar, Pri di Sumbawa Dibekuk Polisi

Gadaikan Motor Teman demi Kencan dengan Pacar, Pri di Sumbawa Dibekuk Polisi

Regional
Digigit Anjing Tetangga, Warga Sikka Dilarikan ke Puskesmas

Digigit Anjing Tetangga, Warga Sikka Dilarikan ke Puskesmas

Regional
Elpiji 3 Kg di Kota Semarang Langka, Harganya Tembus Rp 30.000

Elpiji 3 Kg di Kota Semarang Langka, Harganya Tembus Rp 30.000

Regional
Motor Dibegal di Kemranjen Banyumas, Pelajar Ini Dapat HP Pelaku

Motor Dibegal di Kemranjen Banyumas, Pelajar Ini Dapat HP Pelaku

Regional
Penipuan Katering Buka Puasa, Pihak Masjid Sheikh Zayed Solo Buka Suara

Penipuan Katering Buka Puasa, Pihak Masjid Sheikh Zayed Solo Buka Suara

Regional
Setelah 2 Tahun Buron, Pemerkosa Pacar di Riau Akhirnya Ditangkap

Setelah 2 Tahun Buron, Pemerkosa Pacar di Riau Akhirnya Ditangkap

Regional
Cemburu, Pria di Cilacap Siram Istri Siri dengan Air Keras hingga Luka Bakar Serius

Cemburu, Pria di Cilacap Siram Istri Siri dengan Air Keras hingga Luka Bakar Serius

Regional
Buntut Kasus Korupsi Retribusi Tambang Pasir, Kades di Magelang Diberhentikan Sementara

Buntut Kasus Korupsi Retribusi Tambang Pasir, Kades di Magelang Diberhentikan Sementara

Regional
Nasib Pilu Nakes Diperkosa 3 Pria di Simalungun, 5 Bulan Pelaku Baru Berhasil Ditangkap

Nasib Pilu Nakes Diperkosa 3 Pria di Simalungun, 5 Bulan Pelaku Baru Berhasil Ditangkap

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com