BLITAR, KOMPAS.com - Sindikat pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal mereguk uang puluhan triliun rupiah dari penyelundupan jutaan warga Indonesia ke luar negeri sebagai buruh migran.
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan, pengiriman PMI ilegal merupakan bisnis yang sangat besar bernilai puluhan triliunan rupiah.
"Ini adalah kejahatan yang sangat teroganisir oleh sindikat jahat. Bayangkan, mereka bisa mendapatkan kurang lebih Rp 20 juta dari setiap PMI," ujar Benny saat kegiatan sosialisasi Undang-Undang No 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI di Blitar, Jumat (19/3/2021).
Baca juga: Turun 62 Persen, Hanya 42.000 Pekerja Migran Indonesia yang Berangkat Tahun Ini
Benny mencontohkan, untuk masuk ke bandara dan lolos dari pemeriksaan, setiap PMI harus mengeluarkan uang antara Rp 3 juta hingga Rp 5 juta.
"Uang ini jadi bancakan 'hengki-pengki' para oknum aparatur negara," ujarnya.
Baca juga: Jumlah Pekerja Migran yang Jadi Peserta Aktif BPJS Ketenagakerjaan Terus Berkurang
Ia mengatakan, terdapat jutaan PMI ilegal sehingga jika dikalikan nilainya sangat mencengangkan.
"Mereka (sindikat) adalah segelintir pengusaha brengsek yang 'dibackingi' oleh oknum-oknum TNI-Polri, keimigrasian, kedubes, ketenagakerjaan, bahkan mungkin juga oknum lembaga yang saya pimpin," ujarnya.
Benny telah menemui Panglima TNI dan Kapolri untuk meminta dukungan terhadap upaya BP2MI memerangi sindikat pengiriman PMI ilegal.
Saat ini, terdapat sekitar 9 juta PMI yang ada di berbagai negara, di mana ada 5 juta PMI ilegal yang tersebar dan 3,5 juta PMI legal.
Dengan jumlah sebesar itu, PMI merupakan penyumbang devisa terbesar kedua setelah sektor migas.
"Migas berikan devisa Rp 159,7 triliun kepada negara. PMI sumbang Rp 159,6 triliun. Hanya beda koma," ujarnya.
Devisa negara melalui remitansi yang dikirim PMI sebesar Rp 158,92 triliun di tahun 2018, Rp 158,96 triliun di tahun 2019, dan Rp 106,2 triliun hingga September 2020.
Minim dukungan
Meski sering disanjung sebagai pahlawan devisa negara, ujar Benny, sanjungan itu sering hanya sebatas jargon kosong yang tidak terbukti secara nyata pada kebijakan negara.
Besarnya jumlah PMI ilegal merupakan salah satu bentuk lalainya negara pada persoalan PMI.