KUPANG, KOMPAS.com - Sejumlah petani garam di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), menyayangkan kebijakan pemerintah pusat yang mengimpor garam dari luar negeri.
"Puluhan ribu ton garam di wilayah kami NTT nganggur, kenapa pemerintah pusat mesti impor lagi garam dari luar negeri. Kami sangat kecewa," ungkap Koordinator Petani Garam Kecamatan Raijua, Barnabas Nite (40), saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Sabtu (20/3/2021).
Menurut Barnabas, khusus di Kecamatan Raijua, terdapat ribuan ton garam yang masih ditumpuk di 20 gudang.
Baca juga: Produksi Garam Gunungkidul Mati Suri, Puluhan Petani Garam Pilih Jadi Buruh Bangunan
Bahkan kata dia, saking penuhnya garam menyebabkan gudang penyimpanan menjadi jebol.
Akibatnya banyak garam yang sudah di-packing di karung akhirnya berserakan di luar.
"Kebijakan pemerintah impor garam, ini sangat merugikan kami para petani garam. Kami tidak bisa jual lagi dan ini jadi beban buat kami yang kerja garam. Ini bukan hanya susah saja tapi setengah mati," keluhnya.
Barnabas menyebut, ribuan ton garam itu sudah menumpuk sejak tahun 2019 lalu, akibat tidak terjual.
Semua garam yang mereka produksi, biasanya diambil oleh pemerintah daerah setempat untuk dijual.
"Kami hanya kerja di memproduksi garam, nanti dinas terkait yang menjualnya. Kita digaji dari mereka per bulan Rp 1.250.000," kata dia.
Meski begitu kata Barnabas, mereka juga ikut merasakan dampak, selain pendapatan mereka terancam hilang, pendapatan asli daerah Kabupaten Sabu Raijua juga menjadi macet.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.